Mataram (ANTARA News) - Seorang Narapidana (Napi) kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, Amrullah Sanmah (35), Rabu siang, tewas dikeroyok tiga orang tahanan yang juga terlibat kasus narkoba.

Ketiga pelaku pengeroyokan itu masing-masing Kiki Rahmat, Muhammad Rifandi dan M. Idris.

Informasi yang dihimpun di Lapas Mataram, menyebutkan, napi kasus narkoba yang dua bulan lalu divonis penjara selama satu tahun itu dikeroyok ketiga pemuda itu hingga kritis.

Para petugas Lapas Mataram berupaya melarikan korban ke rumah sakit namun nyawanya tidak terselamatkan.

Insiden pengeroyokan itu terjadi di depan Blok 2 Lapas Mataram, yang diawali dengan perdebatan sengit hingga korban ditusuk benda tajam yang diduga mengenai jantung hingga korban meregang nyawa sebelum sampai di rumah sakit.

Korban tewas itu kini diautopsi di RSUD Mataram atas permintaan polisi dan telah disetujui sanak keluarganya, sementara ketiga pelaku pengeroyokan hingga tewas itu sudah diamankan Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Mataram untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Polisi masih mengusut penyebab tindak pidana penganiayaan hingga menewaskan napi kasus narkoba itu. Polisi menduga kasus pengeroyokan itu merupakan aksi balas dendam.

Ketiga pelaku itu mengetahui kalau mereka dapat dibekuk aparat kepolisian Polres Lombok Barat saat pesta ganja di Pantai Krandangan, Kawasan wisata Senggigi, Nopember lalu, karena diinformasikan rekan mereka yang tewas dianiaya itu.

Ketiga pelaku itu pun merupakan tahanan Pengadilan Negeri (PN) Mataram karena kasus narkoba itu sedang bergulir di persidangan.

Kaur Bin Ops Polres Mataram, Iptu Agus Dwi Ananta, mengatakan, pihaknya masih menyelidiki alasan dibalik pengeroyokan yang berbuntut kematian itu.

"Kami masih selidiki, ada kemungkinan aksi balas dendam karena ketiga terlibat kasus narkoba meskipun dalam perkara yang berbeda," ujarnya.

Sementara Kepala Lapas Mataram, Purwadi Utomo, mengakui, pihaknya kecolongan dalam mengamankan para napi dan tahanan hingga kasus pengeroyokan itu terjadi.

"Biasanya tidak begini, ada dua petugas untuk mengawasi setiap blok, kami akui kecolongan namun akan meminta pertanggungjawaban petugas di lapangan," ujarnya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009