Jakarta (ANTARA News) - Perseroan Terbatas (Persero) Jamsostek sebaiknya dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sebagai lembaga penyelamat pembangunan ekonomi nasional saat Indonesia mengalami krisis keuangan.

Saat ini ,dana kelola masih berkisar Rp90 triliun, namun jika kepercayaan masyarakat terus meningkat, maka bukan tidak mungkin dana kelola akan naik menjadi Rp1000 triliun terutama jika muncul kesadaran para pengusaha menyertakan pekerjanya sebagai anggota Jamsostek, kata Dirut PT Jamsostek, Hotbonar Sinaga dalam diskusi terbatas dengan pers di Jakarta, Kamis.

Hotbonar yang didampingi Dirut Perum LKBN Dr. Ahmad Muhklis Yusuf mengatakan, dana kelola untuk kesehatan dan hari tua para pekerja relatif cukup besar, tetapi tidak dikumpulkan dalam satu badan sehingga akibatnya "mencar-mencar" dan terlihat menjadi kecil.

Hotbonar Sinaga mengatakan dana kesehatan dan hari tua milik PNS dikelola oleh Taspen dan Askes, sementara TNI dan Polri dikelola oleh Asabri dan pekerja BUMN dan swasta dikelola oleh Jamsostek.

"Jika dana-dana itu digabungkan, maka jumlahnya akan besar dan setidaknya dapat membantu pemerintah dalam menggerakkan roda ekonomi atau menggerakkan sektor riil," katanya.

Jamsostek , kata Hotbonar, mempunyai tugas berat yakni meningkatkan partisipasi para pengusaha dan pekerja untuk bergabung dengan Jamsostek karena sampai kini jumlah peserta aktif yang bergabung hanya sekitar sembilan persen dari jumlah tenaga kerja aktif sekitar 30 juta.

Untuk meningkatkan jumlah kepesertaan itu, katanya, mak a Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus lebih proaktif karena lembaga itulah yang menjadi pihak paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan semua perusahaan formal dan
nonformal wajib menyertakan pekerja dalam program jaminan sosial.

"Harus ada penegakan hukum oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, karena dalam UU No 3 Tahun 1992 lembaga itulah yang punya mendapat untuk memberikan sanksi hukum jika ada perusahaan yang tidak menyertakan pekerjanya dalam program Jamsostek," katanya..

Sekalipun mengatakan bahwa Kemenakertrans adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam penegakan hukum tentang kewajiban mengikuti program jaminan sosial bagi semua pekerja formal, Hotbonar mengakui bahwa terbatasnya petugas penyidik mengakibatkan pemerintah belum bisa maksimal untuk mengharuskan atau memaksa para pengusaha untuk mengikuti program jaminan sosial.


Sosialisasi

Sementara itu, Dirut Perum Antara, A Mukhlis Yusuf dalam diskusi itu menambahkan, sosialisasi tentang perlunya perusahaan dan pekerja bergabung dengan Jamsostek merupakan hal penting yang harus dijalankan.

"Semua pihak dapat dilibatkan, tidak hanya sektor media massa, tetapi juga tokoh-tokoh agama seperti para ulama, pastur, pedande dan tokoh masyarakat lainnya harus diajak untuk bergabung menjadi kesatuan, mengkomunikasikan perlunya membangun Jamsostek," katanya.

Di Singapura dan Malaysia, kata Mukhlis, ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998, sebagai dampak dari krisis keuangan di Thailand, lembaga dana pensiun dan lembaga asuransinya dapat membantu pemerintahnya dengan cara meminjamkan dana yang dikelola itu.

Kedua negara itu tidak terjebak utang luar negeri seperti yang ada di Indonesia kala itu.

Lembaga dana pensiun di Malaysia, mungkin sudah memiliki lebih dari 1000 triliun ringgit, demikian juga di Singapura. Indonesia juga dapat mengumpulkan dana sebesar itu jika ada penetapan agenda, mendorong meningkatkan partisipasi para pekerja bergabung dengan Jamsostek, sehingga tidak hanya sembilan persen tetapi menjadi 60-70 persen para pekekrja bergabung sebagai anggota Jamsostek. (*)
(Y005/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010