Singkawang (ANTARA News) - Tuntutan sejumlah kalangan agar Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan, ditanggapi organisasi itu sebagai sesuatu yang wajar dalam dinamika masyarakat.

"Wajar-wajar saja kalau ada kalangan masyarakat meminta itu," kata Ketua bidang Dakwah dan Multikulturalisme FPI Habib Muhsin Al Atas Lc di sela Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Singkawang, Kalbar, Kamis.

Namun Habib Muhsin mengingatkan, bahwa tidak semua kelompok masyarakat menghendaki hal itu, karena survei misalnya yang dilakukan RRI, justru menyimpulkan 95 persen menghendaki FPI tidak perlu dibubarkan.

Menurut dia, FPI sebenarnya tidak perlu ada jika aparat penegak hukum benar-benar melakukan tugasnya menegakkan aturan untuk memberantas penyebab munculnya penyakit di masyarakat seperti minuman keras, judi dan pelacuran.

Ia juga menilai media massa tidak adil terhadap FPI dengan mendramatisasi dan hanya memberitakan hal-hal yang memperburuk citra FPI tetapi tidak memberitakan hal-hal yang baik yang juga sudah banyak dilakukan FPI.

"Misalnya peran FPI di Aceh usai bencana gempa dan tsunami 2004 dan lain-lain, tidak diberitakan," katanya.

Ia mengklaim, jumlah anggota FPI saat ini di seluruh Indonesia mencapai dua hingga tiga juta orang, namun simpatisannya lebih banyak lagi.

Diluruskan

Sementara itu, Ketua Litbang dan Komunikasi Informasi PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Roosmani AB mengatakan, FPI bukanlah organisasi sesat yang perlu dibubarkan, namun cara berdakwahnya kurang tepat sehingga perlu diluruskan.

"Kami tidak mendukung aksi-aksi kekerasan, karena Islam seperti ini justru mencoreng citra Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, membuat masyarakat takut pada Islam, dan menghambat dakwah," katanya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, menyatakan bahwa pembubaran Front Pembela Islam bukan kewenangan kepolisian karena kepolisian hanya mengurus penegakan hukum pidana.

"Pembubaran itu bukan domain kami," ujar Edward.

(D009/A011/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010