New Delhi (ANTARA News) - Pengawas HAM global Human Rights Watch, Senin, mendesak Pemerintah India untuk menindak dewan desa dan politisi lokal terkait dengan serentetan kasus "pembunuhan demi kehormatan" yang terjadi baru-baru ini.

Menurut organisasi HAM yang berbasis di New York itu pemerintah seharusnya tidak hanya menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab tetapi juga memperkuat undang-undang yang ada untuk mencegah aksi kekerasan yang berbasis pada perbedaan agama dan kasta.

Kebanyakan "pembunuhan demi kehormatan" ditujukan pada pasangan muda India yang menikah di luar kasta mereka. Pembunuhan itu dilakukan oleh pihak keluarga dalam upaya untuk melindungi reputasi dan nama baik keluarga.

Para pembunuhan sering kali diberi sanksi oleh dewan desa dan penuntutan secara hukum jarang dilakukan, menurut para kritikus, para politisi dan polisi lokal memilih untuk pura-pura tidak tahu.

"Para pejabat yang gagal untuk mengutuk fatwa dewan desa yang berakhir pada pembunuhan secara efektif mendukung pembunuhan, "kata Meenakshi Ganguly, direktur Asia Selatan untuk Human Rights Watch.

Pihak berwenang "harus memberi dewan desa ini pesan yang kuat untuk menghentikan mengeluarkan fatwa tentang perkawinan," kata Ganguly.

Tidak ada angka resmi terkait "pembunuhan demi kehormatan" itu sekalipun penelitian independen baru-baru ini menyebutkan bahwa sebanyak 900 pembunuhan terjadi setiap tahunnya di negara-negara bagian utara, antara lain Haryana, Punjab, dan Uttar Pradesh.

Bulan lalu, polisi di New Delhi menangkap ayah dan paman dari seorang gadis, yang menikam, mencekik, dan menyetrum gadis itu dan pacarnya dalam suatu peristiwa yang diduga sebagai "pemubunuhan demi kehormatan" yang menuai pandangan negatif dari publik luas.

"Pembunuhan adalah pembunuhan, dan sentimen adat tidak boleh berada di atas hukum dasar dan hukum negara," kata Ganguly.

Mahkamah Agung India menyerukan pemerintah federal dan beberapa pemerintahan negara bagian untuk menyerahkan laporan tentang pembunuhan yang diyakini telah dilakukan oleh kerabat korban.

Kabinet telah mempertimbangkan memperkenalkan undang-undang baru untuk mengatasi masalah ini, dan awal bulan ini menunjuk sebuah panel para menteri untuk mempelajari peluangnya.(G003/M043)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010