Jakarta (ANTARA News) - Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menegaskan, Kejaksaan Agung dalam menyidik kasus Sistem Administrasi Badan Hukum tidak mencari-cari tapi mendapatkan laporan langsung dari Ikatan Notaris Indonesia.

"Laporan ini langsung dari Ketua Ikatan Notaris Indonesia, dan dari keresahan masyarakat, kok tarifnya (pembuatan badan usaha) mahal padahal tarif di Singapura tidak semahal itu," katanya yang saat ini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, di Jakarta, Jumat.

Seperti diketahui, sejak 2001 sampai 2008, Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, memberlakukan Sisminbakum dimana notaris dapat mendaftarkan badan usaha melalui sistem online.

Proyek tersebut dilakukan oleh pihak swasta yakni PT Sarana Rekatama Dinamika.

Sisminbakum tersebut menggunakan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yakni untuk pemesanan nama perusahaan Rp350 ribu, pendirian dan perubahan badan hukum Rp1 juta, pemeriksaan profile perusahaan di Indonesia Rp250 ribu, konsultasi hukum Rp500 ribu, dan biaya PNB Rp500 ribu.

Jampidsus menambahkan mahalnya pembuatan badan usaha itulah yang membuat penyidik melakukan penyidikan kasus tersebut.

"Jadi tidak ada rekayasa sama sekali, kalau ini berlarut-larut masyarakat yang akan dirugikan. Bayangkan jika masyarakat harus bayar Rp300 ribu tapi harus bayar Rp1 jutaan," katanya.

Ia menyatakan Sisminbakum itu merupakan pungutan liar, karena ada Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1998 yang mengatur delapan item kerjasama pemerintah dengan swasta serta harus dikaji oleh Bappenas.

"Kajian itu tidak dilakukan oleh Kementerian Kehakiman dan HAM saat itu, sisminbakum tidak dikaji," katanya.

Kemudian, kata dia, soal pembagian keuntungan Sisminbakum 90 persen untuk PT SRD dan 10 persen untuk Koperasi Pengayoman Pegawai Kementerian Hukum dan HAM itu, harus ada keputusan presiden.

"Bahkan Menteri Sekretaris Kabinet saat itu yang juga mantan Jaksa Agung Marsilam Simanjuntak, sudah menyurati dan menegur Kementerian Hukum dan HAM. Demikian pula dengan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) sudah menegur juga soal Sisminbakum, tapi tidak diindahkan," katanya.

Dalam kasus Sisminbakum, Kejagung menetapkan dua tersangka baru, yakni mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesudibyo, mantan Kuasa Pemegang Saham PT SRD. (T.R021/B/B013/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010