Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Amanat Nassional Bima Arya Sugiarto, menilai konfederasi partai politik lebih kuat dibandingkan sekretariat gabungan koalisi dengan naiknya parliamentary threshold.

"Konfederasi parpol lebih canggih dari koalisi parlemen. Setgab merupakan langkah koalisi, namun kesepakatannya hanya antara elit politik ," katanya saat diskusi Evaluasi UU Bidang Politik dan Rekomendasi untuk Pemilu 2014 di Akbar Tandjung Center, Jakarta, Kamis.

Bima Arya Sugiarto berpendapat setgab koalisi yang kini dibentuk tidak punya kekuatan hukum yang kuat karena tidak diatur dalam undang-undang, sehingga menimbulkan konflik yang mengganggu jalannya pemerintahan.

Konfederasi akan lebih kuat mendukung sistem pemerintahan yang presidensial.

"Selain akan membentuk suatu koalisi yang kuat dan solid dalam mendukung pemerintahan, konfederasi parpol sebagai konsekuensi naiknya PT juga berperan dalam mencegah suara yang hilang. Esensi dari demokrasi adalah partisipasi masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, ada beberapa partai yang memiliki basis yang bagus tetapi tidak ada wakil di parlemen, sehingga dengan adanya konfederasi partai tersebut bisa berpartisipasi.

"Konfederasi partai politik bisa menjadi salah satu alternatif yang sesuai untuk menyederhanakan partai politik sehingga mendukung terciptanya sistem presidensial yang lebih kuat," katanya.

Bima menambahkan, sistem multipartai saat ini tidak kompatibel dalam memperkuat sistem presidensial, sehingga perlu ada penyederhaan parpol, salah satunya konfederasi.

"Idealnya dalam upaya penyederhanaan parpol adalah fusi (peleburan). Namun, sistem fusi ini tidak jelas. Belum tentu partai yang ideologinya sama, melakukan peleburan dengan membuat partai baru," ucapnya.

Tidak banyak parpol
Direktur Riset Akbar Tandjung Institute, Alfan Alfian, mengatakan, dalam memperkuat sistem pemerintahan yang presidensial, maka partai politik tidak perlu banyak.

"Agar partai menjadi kompatibel, maka jumlah parpolnya hanya cukup lima hingga enam parpol . Penyederhanaan parpol sangat kompatibel dalam memperkuat sistem presidensial," kata Alfan yang juga sebagai pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta.

Hal senada juga dikatakan Pendiri Akbar Tandjung Institute, Akbar Tandjung, yang mengatakan, agar sistem kepartaian yang ada saat ini bisa kompatibel dengan sistem presidensial, maka perlu penyederhanaan partai.

"Presidensial tidak memerlukan partai yang banyak, tapi cukup lima hingga enam partai saja juga sudah bisa mewakili aspirasi masyarakat," katanya.
(S037/A011)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010