Islamabad (ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan Taliban Pakistan mendesak pemerintah menolak bantuan Barat untuk para korban banjir dan mengatakan bantuan itu akan diselewengkan para pejabat yang korup.

Imbauan dari kelompok gerilyawan yang memerangi pemerintah itu muncul saat Amerika Serikat meningkatkan bantuan bagi para korban banjir yang menewaskan lebih dari 1.600 orang dan memaksa dua juta orang mengungsi dan merusak kehidupan sekitar 14 juta orang atau delapan persen dari jumlah penduduk negara itu.

"Kami mendesak pemerintah tidak menerima bantuaan Barat itu," kata seorang juru bicara Taliban Pakistan, Azam Tariq melalui telepon dari satu lokasi yang tidak diketahui.

"Pemerintah Khyber-Pakttunkhwa dan wilayah tengah tidak memperolehnya, begitu juga penduduk yang terkena dampak bencana alam tu tetapi sebaliknya membuat rekening bank mereka lebih besar," katanya mengacu pada provinsi barat laut yang paling parah menderita akibat banjir itu.

Banjir bandang yang dipicu hujan lebat musiman membuat sungai Indus meluap. Ratusan jalan dan jembatan rusak dan hancur dan air belum surut di selatan, yang berarti situasi bisa memburuk kembali di Pakistan, sekutu penting AS itu.

Ada kekhawatiran bahwa lembaga-lembaga sosial Islam yang memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok garis keras telah berusaha mengisi kekosongan itu yang ditinggalkan itu karena banyak pihak menanggap tidak ada perhatian yang memadai pihak berwenang Pakistan.

Dana Moneter Internasional memperingatkan akan terjadi kehancuran besar ekonomi dan Kementerian Keuangan mengatakan negara itu akan kehilangan pertumbuhan produk domestik 4,5 persen tahun ini walaupun tidak jelas mengenai angka itu.

"Para investor sangat bingung akan dampak banjir terhadap ekonomi secara keseluruhan yang gambarannya masih tidak jelas dan tidak dapat menaksir secara jelas tentang jumlah kerusakanan seluruhnya," kata Mohammed Sohail , direktur di Toplone Securities Ltd.

Presiden Asif Ali Zardari membela keputusannya untuk melakukan kunjugan ke luar negeri pekan lalu, mengatakan lawatan itu telah membantu menarik perhatian internasional pada penderitaan para korban banjir.

"Sejumlah pihak mengecam keputusan saya, dengan mengatakan tindakannya merupakan ketidak pedulian , tetapi saya merasa saya harus memilih substansi ketimbang simbolisme," katanya dalam satu kutipan wawancara dengan surat kabar Wall Street Journal.

Ia mengatakan ia menggunakan kunjungannya ke Prancis dan Inggris untuk memobilisasi bantuan asing, uang dan pangan bagi para korban banjir.

Pemerintah Inggris menjanjikan bantu 24 juta dolar , setelah ia berunding dengan PM David Cameron, kata pemimpi Pakistan itu. Ia juga menghubungi pemerintah AS , yang menjanjikan bantuan 35 juta dolar.

PBB mengatakan bencana banjir itu adalah terbesar melanda Pakistan dan pihaknya menjanjikan bantuan miliaran dolar untuk para korban dan membangun kembali prasarana yang rusak.

Militer Pakistan, yang menguassi lebih dari separuh sejarah 63 tahun negara itu meningkatkan kepercayaan banyak warga Pakistan angkatan bersenjata mereka dan lebih efektif dari pada pemerintah-pemerintah sipil.

Sekitar 6.000 korban banjir datang ke sebuah kamp di provinsi Punjab yang dibangun militer. Banyak yang datang dengan membawa lembu, kambing dan ayam. (RN/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010