Langkat, Sumut (ANTARA News) - Rusaknya hutan bakau di kawasan pesisir pantai timur Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, disebabkan oleh munculnya kembali kilang-kilang arang liar yang tidak punya izin dari Pemkab Langkat.

Kerusakan hutan bakau tersebut mengakibatkan nelayan kecil yang berharap pendapatannya meningkat dan berkembang dari hutan bakau, menjadi sirna, kata Heri Widiyanto, Sekretaris Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Lantera Institute Langkat, Minggu.

Para nelayan kecil itu mulai tidak lagi menikmati hasil alam tersebut seperti udang, kepiting, kerang, ikan, karena tempatnya sudah di rusak tangan -tangan manusia.

Hutan bakau yang rusak diperkirakan mulai dari Secanggang, hingga ke Besitang dan Pangkalan Susu.

Menyinggung maraknya kembali kilang-kilang arang, yang mengolah bahan baku bakau (mangrove) di kawasan pesisir pantai Kabupate Langkat, Sumatera Utara, Widiyanto mengatakan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kilang itu penyebabnya.

"Sudah tidak bisa dipungkiri lagi, rusaknya hutan bakau, walaupun ditanami kembali, selain kilang-kilang arang, yang ada, juga tambak dan pengalihan menjadi kebun kelapa sawit," katanya.

Ia menambahkan, jika kilang arang sudah lama ada, dan sempat ditertibkan di era Bupati H Zulkifli Harahap, namun sekarang terlihat semakin banyak.

"Bisa kita saksikan ratusan hektare hutan bakau (mangrove) sudah benar-benar punah dan rusak. Di lahan yang rusak tersebut, bisa didarati helikopter atau pesawat berbadan kecil," ujarnya.

Hal itu dijuga diamini anggota DPRD Langkat Effendi Lubis, dari Fraksi Partai Amanat Nasional, dimana bertahun-tahun pihaknya, mengusahakan kembali hutan bakau agar dapat hijau di pesisir pantai Secanggang Langkat.

"Namun begitu sudah tumbuh, berkembang, ada saja tangan-tangan jahat manusia yang kembali merusaknya, dengan cara menebangi kayunya, untuk dijadikan arang," ujar Effendi Lubis.

Ia mengatakan, saatnya Pemkab Langkat kembali bersikap tegas, dengan menertibkan kilang-kilang arang yang mengolah bahannya dari kayu bakau, sekaligus juga menertibkan tambak-tambak, dan lahan-lahan sawit, yang berasal dari lahan hutan bakau yang ada.

"Atau membuat Perda yang tegas, melarang hutan bakau ditebangi, seperti yang ada di Bali, atau tempat lainnya, guna melindungi nelayan kecil, agar mereka bisa hidup, dan mendapat hasil yang lumayan, bila hutan bakau kembal hijau," ujarnya.

Sementara itu pula salah satu contoh rusaknya hutan bakau, kata Heri Widiyanto pula, penangkapan terhadap M Abizar Hafiz alias Biji dan Zulkifli alias Ijul oleh aparat Polsek Pangkalan Susu. Dimana ditemukan 41 goni arang dari kayu bakau yang siap untuk dibawa ke Medan.

Arang tersebut sudah ditumpukkan di Dusun Sei Siur Kecamatan Pangkalan Susu, dan mau dimuat ke dalam truc diesel BK 8937 BA, untuk dibawa, tanpa mempergunakan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) atau surat keterangan lainnya, yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Langkat. (ANT-218/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010