Denpasar (ANTARA News) - Puluhan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Hindu Muda Indonesia (AHMI) menggelar demo simpatik di perempatan Catur Muka Kota Denpasar, Rabu, untuk menolak remisi bagi teroris dan koruptor.

Para pengunjuk rasa yang sebagian besar mengenakan pakaian adat Bali madya itu silih berganti melakukan orasi untuk mengingatkan pemerintah dan penegak hukum agar tidak sampai memberi remisi maupun grasi bagi narapidana teroris dan koruptor.

Koordinator lapangan aksi simpati Wayan Suardika menyerukan kepada penegak hukum agar konsisten dengan undang-undang yang berkaitan terhadap tindakan teroris maupun koruptor.

"Kami tidak menginginkan ada narapidana teroris diberikan remisi, begitu juga para koruptor yang menyebabkan negara ini menjadi mundur satu langkah untuk pembangunan. Sebab para koruptor tersebut telah melakukan korupsi untuk kepentingan kelompoknya maupun memperkaya dirinya sendiri," kata Suardika disambut yel-yel demonstran lainnya.

Dalam aksi simpati tersebut, mereka mengeluarkan tujuh sikap sebagai bentuk penolakannya, antara lain menolak segala bentuk remisi yang diberikan pemerintah Indonesia kepada narapidana teroris dan koruptor.

Mengingatkan kepada seluruh aparat pemerintahan termasuk masyarakat, bahwa teroris dan koruptor sangat merugikan bangsa Indonesia, baik dari segi materi, mental bahkan nyawa.

Para mengunjuk rasa juga menyerukan kepada seluruh warga di negeri ini bahwa negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan hukum dan berlandaskan Pancasila.

"Mari tegakkan hukum dan laksanakan butir-butir Pancasila sebagai kesepakatan umum bangsa Indonesia dalam menindak tegas teroris dan koruptor," ujar Suardika, sembari memekikkan, "Merdeka!"

Selain itu, para demonstran menuntut konsistensi pemerintah dalam menegakkan hukum dan menagih janji-janji kampanye para pemimpin baik eksekutif maupun legislatif dalam pemberantasan teroris dan koruptor di Indonesia.

Setelah melakukan aksi simpati sekitar 30 menit, para demonstran tersebut membubarkan diri secara damai dengan pengawalan aparat kepolisian. (I020/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010