Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri) Agum Gumelar mengimbau agar Surat Telegram Kepala Staf Angkatan Darat (ST KASAD) no 1402 tentang rumah dinas ditinjau ulang.

"ST ini telah membuat resah dan emosional para purnawirawan dan juga tidak sesuai dengan kesepakatan pemerintah bersama Komisi I dan Pepabri soal rumah dinas. Kita meminta pemerintah untuk meninjau kembali," kata Agum Gumelar di Kantor DPP Pepabri Jakarta, Rabu.

ST Kasad tertanggal 9 Agustus 2010 tersebut menyatakan, anggota TNI angkatan darat yang pensiun pada 2010 diberikan kesempatan selama enam bulan untuk meninggalkan rumah dinas. Selain itu, bagi pensiunan sebelum 2010 harus segera mengosongkan rumah dinas.

ST tersebut juga telah menghilangkan hak untuk menunggu sampai dengan mendapatkan rumah baru. Sebelumnya para purnawirawan selalu mendapatkan surat izin untuk menghuni rumah dinas. Namun kini izin tersebut tidak lagi dikeluarkan.

"Ini artinya membuat para purnawirawan menjadi ilegal untuk menempati rumah dinasnya," katanya. Selain itu, sebelumnya rumah dinas diberikan kepada purnawirawan hingga jandanya meninggal dunia. Kini hal itu tidak lagi diberlakukan.

Agum mengatakan, ST Kasad tersebut telah memicu kembali emosi para purnawirawan yang dapat membuat terjadinya benturan antara purnawirawan dan mereka yang masih aktif.

"Ini bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga untuk membuat benturan dan membuat sikap antipati kepada pemerintah yang justru membahayakan keamanan," katanya.

Agum mengatakan, pihaknya telah mengkomunikasikan kepada Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, namun sejauh ini masih menunggu hasil.

Ia menegaskan kembali, sesuai dengan kesepakatan sebelumnya antara Pemerintah, Komisi I DPR RI dan juga Pepabri, sebelum memperoleh solusi yang tepat untuk masalah rumah dinas, maka penggusuran terhadap rumah dinas dihentikan.

"Kita sudah sepakati itu. Jadi kita berharap Pemerintah menahan diri untuk tidak memprovokasi, dan kita di Pepabri juga meredam emosi para purnairawan agar tidak membuat langkah-langkah yang inskonstitusional dan di luar kepala," katanya.

Sebagai Ketua Umum DPP Pepabri, Agum mengatakan dirinya sejak Surat Telegram itu diterbitkan menerima keluhan dan kekhawatiran serta pernyataan emosi dari para purnawirawan dan janda purnawirawan.

"Ada sms, telepon, datang langsung, mereka khawatir dan emosional. Bahkan banyak janda-janda pahlawan yang datang dengan menangis," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah harus memahami, mayoritas purnawirawan memiliki hidup yang pas-pasan. "Mayortas purnawiran hanya mendapatkan Rp 600 ribu - Rp 800 ribu sebulan. Mereka kebingungan bila harus disuruh pindah dari rumah dinas, ini juga harus disadari pemerintah," katanya.

Ia menjelaskan, Pepabri juga memahami bahwa ada kebutuhan rumah dinas bagi anggota militer yang masih aktif. Untuk itu, menurut dia solusi yang dihasilkan juga harus komprehensif.

"Tidak bisa semua dipaksakan, disamaratakan, justru yang timbul malah terjadinya benturan antara mereka yang masih aktif dengan mereka yang sudah purnawirawan, apakah ini yang diinginkan?" katanya.

Agum sangat menyanyangkan munculnya surat telegram tersebut. Apalagi, menurut dia, adanya kejanggalan dalam Surat Telegram Kasad tersebut. "Sebab ketika kita tanyakan, Menhan (Menteri Pertahanan) kaget, begitu juga Panglima TNI, dan di situ juga tidak ada tembusannya kepada Menhan dan Panglima," katanya.

(M041/S018)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010