Herat, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Polisi hari Minggu menemukan mayat lima anggota tim kampanye seorang wanita calon anggota parlemen Afghanistan, beberapa hari setelah mereka diculik oleh Taliban.

Kelompok militan garis keras itu menyatakan menculik 10 anggota tim kampanye Fawzya Galani pekan lalu di provinsi Herat, Afghanistan barat.

Mayat kelima orang itu ditemukan di sebuah daerah pegunungan di distrik Adraskan di provinsi tersebut, kata kepala daerah Nisar Ahmad Popal kepada AFP. Lima juru kampanye yang lain masih belum diketahui nasibnya.

"Kami telah menemukan lima dari anggota-anggota tim kampanye Ibu Galani yang diculik. Mereka dibuang di sebuah bukit," kata kepala daerah itu.

"Kami tidak tahu di mana lima orang yang lain," tambahnya.

Para juru kampanye itu hilang pada Rabu larut malam di dekat Herat, kota terbesar kedua di Afghanistan dekat perbatasan dengan Iran. Orang-orang itu sedang bepergian ke distrik Parsi di provinsi tersebut untuk misi kampanye bagi Galani.

Setelah penculikan itu, Galani mendesak kelompok gerilya membebaskan mereka dan menyeru pemerintah Afghanistan memberikan pengamanan kepada para calon menjelang pemilihan umum.

Afghanistan akan melaksanakan pemilihan parlemen yang kedua pasca penggulingan Taliban pada 18 September di tengah kekhawatiran mengenai serangan-serangan.

Prajurit asing yang tewas di Afghanistan akibat serangan Taliban juga semakin banyak.

Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah melampaui 460, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs icasualties.org.

Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang hampir sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010