Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan hasil pertemuan Kinabalu tidak memperlihatkan ketegasan pemerintah Indonesia.

"Sebagaimana diprediksi hasil pertemuan Kinabalu tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan bagi Indonesia. Hasil pertemuan masih menenggang Malaysia sebagai negara tetangga dan bangsa serumpun. Tidak terlihat ketegasan dan kelugasan dari pemerintah Indonesia," katanya dalam siaran pers yang diterima ANTARA, Selasa.

Menurut dia, pertemeuan tersebut tidak menghasilkan penyelesaian masalah yang ingin didengar oleh masyarakat.

Ia mengatakan, pertemuan Kinabalu dianggap signifikan, apabila memenuhi keinginan Presiden dalam pidatonya di Cilangkap tentang percepatan dan penuntasan perundingan perbatasan.

Selain itu, menurut dia, adanya permintaan maaf dari pihak Malaysia atas penangkapan petugas KKP oleh Marine Police Malaysia di wilayah kedaulatan Indonesia dan perlakuan atas petugas KKP ketika `dimintai keterangan` oleh Otoritas Malaysia sebagaimana diharapkan oleh publik Indonesia.

Dalam JCBC (joint commission for bilateral cooperation) di Kota Kinabalu, Malaysia, Senin, Indonesia dan Malaysia sepakat mempercepat penyelesaian perbatasan laut dan yang masih sengketa dan akan mengadakan empat pertemuan hingga Desember 2010.

"Kedua Menlu RI dan Malaysia akan bertemu lagi di sela-sela sidang umum PBB pada minggu ketiga September 2010. Selain itu telah dijadwalkan perundingan perbatasan tingkat teknis ke-16 dan 17 masing-masing pada tanggal 11-12 Oktober 2010 di Malaysia dan 23-24 November 2010 di Indonesia," kata Menlu Marty Natalegawa bersama mitranya Anifah Aman dalam jumpa pers bersama di Kota Kinabalu, Senin.

Kedua Menlu akan bertemu kembali, ujr Marty, pada pertemuan JCBC pada bulan Desember 2010. "Jadi akan ada pertemuan intensif mengenai penyelesaian perbatasan laut yakni dua kali pertemuan teknis dan dua kali pertemuan Menlu hingga Desember 2010," kata Marty.

"Kami cukup puas dengan hasil perundingan di Kota Kinabalu karena menghasilkan empat jadwal pertemuan yang akan mempercepat penyelesaian batas-batas laut antara Indonesia-Malaysia yang masih sengketa di Selat Malaka, Selat Singapura, Laut China Selatan dan di Selat Sulawesi," katanya.

Selain menghasilan jadwal perundingan, kedua negara sepakat untuk penerapan SOP (standard operating procedure) dan ROE (rule of engagement) bagi para petugas terkait di lapangan untuk mencegah terulangnya insiden serupa terjadi pada saat mendatang.

Sementara itu, Menlu Malaysia Anifah Aman mengatakan, dalam kaitan ini, kedua negara telah menyepakati agar unsur sipil kedua negara yaitu badan koordinasi keamanan laut (Bakorkamla) dari Indonesia dan agensi penguatkuasa maritim Malaysia (APMM) dimasukkan dalam struktur "general border committee" (GBC) yang sudah ada. Penyempurnaan SOP dan ROE semakin penting mengingat proses perundingan akan memakan waktu yang tidak singkat.

Anifah juga mengatakan perlunya ada sistem informasi yang dapat dan cepat mengetahui asal kapal nelayan di tengah laut sehingga aparat keamanan laut dapat memberikan peringatan lebih dahulu sebelum mereka melanggar wilayah kedaulatan negara tetangga.

"Juga diperlukan pertemuan intensif antar petugas keamanan laut kedua negara agar saling mengenal lebih dekat dan terbangun hubungan baik sebagai kedua negara bertetangga dan serumpun," ujar Anifah.(*)
(T.M041/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010