Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Internasional FHUI Prof. Hikmahanto Juwana berpendapat pemerintah wajib menolak rencana pemerintah Australia mengirim pejabatnya guna memeriksa oknum Detasemen Khusus 88 yang diduga menyiksa tahanan tindak pidana separatisme.

"Intervensi harus ditolak," tegasnya di Jakarta, Selasa.

Menurut Hikmahanto, rencana pemerintah Australia sudah dapat dipastikan tidak akan dilakukan bila tahanan yang disiksa pelaku teroris. Dalam hal tersebut, pemerintah Australia seolah akan mendiamkan, bahkan membiarkan.

"Keinginan pemerintah Australia bukan untuk keperluan menjunjung tinggi hak azasi manusia, namun dalam rangka akuntabilitas pemberian bantuan kepada pemerintah Indonesia dalam rangka perang melawan terorisme," katanya.

Hikmahanto mengakui bahwa akuntabilitas penting dilakukan untuk tidak dipermasalahkan oleh publik Australia. Adanya rencana pemerintah Australia tersebut disebabkan pemerintah Australia telah menciptakan ketergantungan bagi polisi dan pemerintah Indonesia dalam memberantas terorisme.

Padahal, lanjutnya, pemerintah Australia-lah yang bergantung pada polisi dan pemerintah Indonesia mengingat Indonesia dijadikan bumper agar terorisme tidak merambah ke Australia.

"Untuk itu pemerintah harus tegas menolak intervensi yang dilakukan oleh pemerintah Australia dengan menerjunkan aparatnya untuk melakukan pemeriksaan. Komponen di Indonesia, termasuk pers dan lembaga swadaya masyarakat, akan mampu untuk melakukan pengawalan bila terjadi penyiksaan terhadap tahanan oleh Polisi, termasuk Detasemen 88," katanya lagi.

Bila pemerintah mengabulkan permintaan pemerintah Australia maka menurut Hikmahanto ini akan memunculkan pertanyaan publik terhadap pemerintah dan indikasi lemahnya diplomasi Indonesia.

"Mengapa pemerintah mengabulkan permintaan pemerintah Australia, namun beberapa waktu yang lalu pemerintah tidak mampu meminta pemerintah Malaysia agar diikutkan dalam investigasi aparat Malaysia yang diduga memperlakukan para petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai pesakitan," demikian Hikmahanto Juwana.
(A017/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010