Srinagar, India (ANTARA News/Reuters/AFP) - Pasukan India menembak mati dua orang dalam bentrokan baru dengan demonstran pelempar batu di Kashmir, Jumat, sementara militer meminta separatis membatalkan rencana untuk melakukan protes di luar garnisun militer pekan depan.

Salah seorang pemimpin separatis utama Kashmir, Syed Ali Shah Geelani, mendesak masyarakat melakukan aksi duduk damai pada Selasa di luar kamp militer di Kashmir, yang menyulut kekhawatiran mengenai kekerasan lebih lanjut dalam kerusuhan tiga bulan di wilayah tersebut.

Lebih dari 90 pemrotes anti-India tewas ditembak oleh polisi dalam tiga bulan terakhir di wilayah Himalaya yang disengketakan itu, dan pemerintah dikecam dalam cara mereka menangani krisis tersebut.

India menempatkan ratusan ribu prajurit di Kashmir namun umumnya mereka menjauhkan diri dari upaya untuk mengatasi protes, dan membiarkan polisi untuk melakukan hal itu. Tentara bertugas terutama melindungi perbatasan dengan Pakistan dan memerangi gerilyawan separatis.

Juru bicara militer Letnan Kolonel J.S. Brar mengecam rencana aksi duduk itu, yang disampaikan setelah pertemuan perwira pasukan keamanan senior yang menyatakan telah merumuskan sebuah strategi baru untuk mengatasi kerusuhan.

"Ini upaya yang disengaja untuk melibatkan militer dalam pergolakan yang terus berlangsung dan mengalihkan mereka dari peranan utama mereka," katanya kepada wartawan, dengan menambahkan bahwa protes itu bertujuan "mencegah pergerakan konvoi militer".

"Militer meminta sungguh-sungguh kepada masyarakat agar tidak terhasut oleh pemimpin-pemimpin separatis dan tidak menghadapi garnisun atau kendaraan militer," kata Brar pada Kamis.

Aksi baru itu, jenis protes pertama sejak demonstrasi massal meletus pada Juni, akan dimulai Selasa mendatang, kata Geelani, pemimpin garis keras berusia 81 tahun, yang menetapkan kalender protes yang sejauh ini diikuti oleh pendukungnya.

"Protes pada 21 September akan dilakukan secara damai, dimana orang akan meneriakkan slogan-slogan seperti "Enyah India, Kembali!`," kata Geelani, dengan menambahkan bahwa petisi juga akan diserahkan kepada para pejabat militer untuk mendesak mereka meninggalkan Kashmir.

Jumat, pasukan menembak mati dua pemrotes dan melukai delapan orang. Ratusan pelempar batu membangkang larangan keluar rumah di wilayah barat dan utara Kashmir dan bentrok dengan aparat kepolisian, kata polisi.

Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi pada 11 Juni.

Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.

Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Banyak pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.

Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010