Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Gayus Lumbuun menyarankan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera melantik Hendarman Supandji.

"Sebaiknya Presiden Yudhoyono melantik Hendarman Supandji sebagai jaksa agung untuk menghindari gejolak di tengah-tengah masyarakat terkait keputusan Mahkamah Konstitusi hari ini," kata Gayus Lumbuun di Gedung DPR di Jakarta, Rabu.

Ketua Badan Kehormatan DPR RI menilai, keputusan MK tersebut terlalu berani dan akan menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Putusan MK itu terlampau berani, sebab dalam UU MK, dalam mengambil keputusan, MK harus memperhatikan gejolak yang terjadi di masyarakat," kata Ketua Badan Kehormatan DPR RI itu.

Selain itu, ia juga mengatakan, keputusan MK itu terkesan ambivalen.

"Di satu sisi, MK memutuskan bahwa posisi jaksa agung illegal tapi di sisi lain dikatakan bahwa segala tindakan hukum yang dilakukan jaksa agung adalah sah. Kalau posisi jaksa agung illegal, seharusnya tindakan hukum jaksa agung juga illegal," ujar dia.

Dengan adanya keputusan yang ambivalen itu, maka menimbulkan ketidakpastian hukum dan menimbulkan instabilitas di masyarakat karena akan banyak dipersoalkan oleh banyak pihak.

"Akan banyak pihak yang memperkarakan putusan MK tersebut dan itu akan menimbulkan instabilitas hukum," kata Gayus.

Politisi dari PDIP itu menambahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggung jawab terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa posisi jaksa agung tidak sah.

"Presiden SBY juga harus bertanggung jawab karena dalam pertimbang MK ada kelalian, ketidaktelitian dari Presiden dalam mengangkat jaksa agung," kata Gayus.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Kejaksaan yang diajukan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. Sehingga sejak hari ini pukul 14.35 WIB Hendarman Supanji sudah tidak bisa menjabat sebagai Jaksa Agung.

"Hendarman sampai pukul 14.35 tadi masih legal. Tetapi setelah itu diketok sudah tidak boleh meneruskan lagi itu," kata Ketua MK Mahfud MD.

Menurut Mahkamah, pasal 22 ayat 1 huruf D Undang-undang Kejaksaan tidak memberikan kepastian hukum dan harus dilakukan legislative review.

"Permohonan pemohon agar dinyatakan konstitusional bersyarat, konstitusional sepanjang dimaknai, masa jabatan jagung berakhir dengan masa jabatan presiden, " paparnya.

Pasal 22 ayat 1 huruf D UU Kejaksaan dikatakan bersyarat sepanjang dimaknai sepanjang dimaknai masa jabatan jaksa agung berakhir masa jabatan presiden 1 periode atau bersama kabinet atau diberhentikan presiden.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah juga memberikan empat alternatif yang diberikan.

Pertama berdasarkan periodesasi kabinet atau presiden, kedua periode masa waktu tertentu fix ditambah masa jabatan politik, ketiga, memasuki masa pensiun. Terakhir, diskresi presiden atau pejabat yang mengangkatnya.

"Tidak ada ketentuan pasal 22 ayat 1 huruf d di UU Kejaksaan memang menimbulkan ketidakpastian hukum karena itu segera membentuk legislative review, karena prosedur lama sambil menunggu MK memberikan syarat konstitusional pasal 22 ayat 1 huruf d dan berlaku prospektif ke depan. Salah satu dari empat poin di atas, " kata hakim Maria Farida Indarti.

Sementara itu, dalam putusan tersebut ada dua hakim konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni Achmad Sodiki dan Harjono.

(ANT/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010