London (ANTARA News) - Kaum muslimin Inggris termasuk warga Indonesia yang beragama Islam di Inggris tahun ini menjalani ibadah puasa Ramadhan lebih lama ketimbang di Tanah Air karena bertepatan dengan musim panas.

"Waktu berbuka puasa pada musim panas hampir mendekati pukul sembilan malam," kata seorang warga muslim di Inggris, Rahma dalam milis Kibar, Keluarga Islam Britania Raya.

Namun Rahma pernah mendengar kalau ada semacam fatwa menyebutkan ada keringanan bagi muslim yang tinggal dan berpuasa di daerah yang siangnya jauh lebih lama dibandingkan malamnya seperti musim panas di Inggris saat ini.

Dalam beberapa hari ini dibahas mengenai puasa saat musim panas yang dijalani umat muslim yang ada di Inggris dan mendapat tanggapan dari berbagai anggota milis.

Menjalani ibadah puasa di negeri empat musim memang berbeda dengan di tanah air yang waktunya sudah pasti dan perbedaannya tidak terlalu drastis, seperti pada saat bulan Ramadhan tahun ini yang jatuh saat musim panas yang siangnya lebih lama ketimbang malamnya.

"Saya pernah menjalani ibadah puasa pertama saya di negeri Ratu Elizabeth tahun 1986, yang merupakan puasa yang paling panjang seumur hidup saya karena pada tahun tersebut bulan Ramadhan jatuh pada Juli saat musim panas," ujar Naniek Sobirin yang akrab disapa Mbak Nanik.

Dikatakannya, dirinya masih teringat saat hari pertama harus sahur pukul dua pagi, makan seadanya maklum jauh dari orang tua. Menunggu waktu subuh hanya beberapa menit terasa sangat lama karena bergelut dengan rasa kantuk yang sangat menyiksa.

Perasaan haus dan lapar tidak dirasakan karena udara yang meskipun panas tapi tidaklah panas menyengat seperti di Indonesia. "Saya ingat saat itu meskipun musim panas tapi saya harus menggunakan jaket karena merasa kedinginan," ujarnya.

Menurut Mbak Nanik waktu berbuka pada saat itu sekitar pukul 9.25 dengan menu berbuka seadanya karena mata sudah mengantuk, shalat maghrib dan menunggu waktu Isya merupakan ujian yang sangat berat belum lagi shalat tarawih.

"Benar-benar godaan antara ibadah dan tempat tidur, akibatnya saya tidak menjalankan tarawih penuh dan ia juga bersyukur sebagai wanita ada waktunya tidak berpuasa," ujar istri dari Sobirin ini.

Diakuinya meskipun puasa yang dijalani cukup panjang namun Mbak Nanik dapat menjalaninya dengan baik, meskipun banyak juga yang tidak berpuasa atau malah berpuasa sahurnya ikut waktu Inggris tapi waktu bukanya ikut waktu Mekkah.

"Saya tidak tahu fatwa mana saat itu tapi saya menjalankan menurut hitungan sebelum matahari terbit dan setelah matahari terbenam," ujarnya.

Menurut Nanik, makan sahur pun terasa malas karena mengantuk dan masih kenyang, kadang hanya minum ataupun makan roti, tapi ini berakibat buruk karena pada pukul empat sore perut sudah "bernyanyi", dan badan sudah kedinginan.

Untuk itu, mbak Nanik menganjurkan jika akan menjalankan puasa pada musim panas pada waktu berbuka makan secukupnya tapi pada saat sahur makan kenyang dan kalau bisa siang lebih baik gunakan untuk tidur, karena malam hari benar-benar untuk ibadah.

"Apalagi pada tahun 2012 dan 2015 diperkirakan umat Muslim di Inggris menjalani ibadah puasa yang terpanjang. Dapat dibayangkan masyarakat muslim yang tinggal di Glasgow ditambah 22 menit dari hitungan waktu berbuka puasa di London," ujarnya.

Pertama kali
Sementara itu Dian Neilson mengatakan puasa saat musim panas tahun ini baginya adalah puasa yang pertama kali semenjak tinggal di Inggris hampir 11 tahun lalu.

Sebenarnya tidak terlalu panjang untuk tahun ini, tapi untuk lima atau enam tahun ke depan itu lebih sulit, ujar ibu tiga jagoan yang berusia di bawah 10 tahun.

Menurut Dian, masalah waktu untuk tidak terlalu besar, hanya saja ia merasa khawatir dalam menjaga emosi untuk selalu sabar, maklum berpuasa sambil mengurusi tiga anak laki-laki yang sedang libur selama enam minggu sekolah .

"Apalagi anak-anak sangat aktif tidaklah mudah, kadang rasa sabar dan toleransi itu cepat hilang, makanya ujian itu yang bagi saya cukup berat, tetapi bukan waktu yang berpuasa yang lebih lama," ujar istri James Neilson yang bekerja di perusahaan agen perumahan.

Dian mengakui waktu sahur, berbuka dan tarawih merupakan saat-saat yang membuat dirinya merasa sedih karena jauh dari keluarga. Apalagi saat menunggu bedug maghrib untuk berbuka, untungnya sekarang ia merasa bersyukur bisa mendengarkan adzan melalui komputer dari website Islamic Finder.

Sementara itu mantan ketua Kibar Dono Widiatmoko mengakui puasa tahun ini merupakan kali pertama baginya menjalani ibadah puasa saat musim panas.

"Awalnya saya ragu apa akan sanggup berpuasa pada musim panas yang siangnya cukup panjang," ujar dosen di salah satu universitas ternama di Manchester.

Namun keraguan tersebut pupus setelah melihat anaknya yang berumur 12 tahun sanggup berpuasa walau tidak sempat makan sahur. Ia berpuasa sunnah dengan tetap pergi sekolah dan menjalankan aktifitas normal sehari-harinya.

"Jika anak usia 12 tahun saja kuat berpuasa waktu musim panas, seharusnya kita bisa lebih kuat. Masa kalah sama anak sendiri," ujar istri Lusi Widawati dan ayah dari Fakhri dan Rana serta Sofia yang tinggal di Cheadle Hulme, di luar kota Stockport di pinggiran Manchester.

"Mengingat puasa adalah ibadah yang pahalanya langsung dinilai Allah, jadi walau puasa saat musim panas secara fisik mungkin lebih sulit, tentu Allah lebih mengetahui nilai ibadah yang kita jalani," ujar dosen di University of Salford, yang sebelumnya bekerja di University of Wolverhampton, CRIPACC University of Hertfordshire dan FKM UI.

Sementara itu Nizma Agustjik mengakui bahwa ia juga pernah menjalani ibadah puasa Ramadhan pada musim panas sekitar tahun 1981.

"Saat itu saya sedang hamil dan tahun berikutnya punya bayi kecil. Memang berat, berat sekali," ujarnya .

Menurut Nizma, beban berat bukan karena puasanya tetapi justru terasa berat satu dua jam setelah buka dan tubuh merasa shock mendapat makanan setelah belasan jam kosong.

"Saya sering bingung apa yang mesti kita makan dulu. Karena waktu imsak jam 2.30-an, sementara waktu Sholat Isya pukul 11 malam," ujar wanita yang aktif dalam kegiatan sosial.

Namun demikian, dirinya optimistis akan kuat dan tidak satupun yang jadi madharat gara-gara puasa dilakukan di musim panas. kata Nizma yang mendirikan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak anak di daerah konflik.

Diakuinya ada beberapa orang yang mau mencari enaknya saja mengikuti Indonesia atau Saudi sementara orang tersebut berada di Eropa meskipun ada beberapa fatwa dengan mengikuti negara Islam terdekat. "Bisa dibayangkan puasa di Norwegia atau Iceland yang mataharinya terbenam cuma satu jam," ujarnya.

Tahun ini, Nizma mengakui berpuasa di Indonesia, bukan untuk "melarikan diri" dari puasa musim panas melainkan ingin berkumpul bersama keluarga.

"Saya yakin kita akan sanggup puasa, kecuali anak-anak jangan dipaksakan dan para suami bisa membantu di dapur menyiapkan pembukaan," tambah Nizma Agustjik.
(ZG/B010)

Pewarta: Oleh Zeynita Gibbons
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010