Johannesburg (ANTARA News) - Cuaca dingin yang menusuk tulang di kawasan Bosmont, Johannesburg, Minggu sore, berangsur-angsur hilang, berganti suasana hangat dan penuh canda ketika Kemal Yassar, seorang warga Afrika Selatan, datang ke penginapan wartawan Indonesia sambil menenteng dua bungkus daging sapi, masing-masing seberat dua kilo.

Ternyata pria keturunan Albania tersebut, diam-diam sudah menyiapkan kejutan, yaitu mengadakan jamuan berupa hidangan daging bakar yang oleh warga setempat lebih dikenal dengan sebutan braai atau barbeque.

Dibantu rekannya Mustapha, Kemal yang selalu menggunakan topi berwarna hitam tersebut, membawa seluruh peralatan untuk memanggang daging, yaitu briket batu bara, pisau, wadah pemanggang.

"Anda adalah tamu saya, saya ingin menjamu Anda menikmati hidangan dengan cara kami," kata Kemal yang beristri warga Afrika Selatan keturunan India.

Setelah menyalakan api, Kemal yang berusia sekitar 45 tahun tersebut dengan cekatan menyusun daging yang sudah diiris rapi sebesar telapak tangan ke atas pemanggang. Di pinggangnya, tampak tergantung pistol merek Smith & Wesson kaliber 38.

"Pistol ini selalu saya bawa kemana-mana. Saya punya dua, ukuran yang lebih kecil untuk istri saya, tapi dia takut memakainya," kata Kemal yang ahli bela diri jujitsu tersebut.

Mustapha, pria berjenggot tipis tersebut ikut membantu memutar pemanggang agar daging matang lebih rata.

Sambil menyusun daging yang sudah dibumbui di atas perapian, Kemal mulai berbicara mengenai tradisi braai yang sudah sangat digemari oleh hampir seluruh lapisan warga Afrika Selatan.

"Braai ini lebih dari sekedar acara pesta makan daging bakar, tapi sudah menjadi tradisi untuk menjaga hubungan kekeluargaan. Kami bisa berkumpul bersama keluarga di taman, yang laki-laki bertugas memanggang daging, sementara ibu-ibu di dapur menyiapkan makanan pendukung. Anak-anak bermain di taman," katanya.

Tradisi braai di Afrika Selatan agak mirip dengan acara arisan di Indonesia, karena kelompok famili yang lain datang ke rumah tuan rumah dengan membawa makanan masing-masing.

Kata braai berasal dari bahasa Afrikaans yang berarti barbeque atau memanggang daging dan juga menjadi tradisi di negara tetangga Botswana, Lesotho, Zimbabwe, Namibia dan Zambia.

Menurut sejarah, braai berasal dari kebiasaan kaum kulit putih yang disebut Afrikaans, tapi kemudian ditiru oleh etnis lainnya di Afrika Selatan.

Masyarakat Afrika Selatan beranggapan bahwa tradisi braai berbeda dengan barbeque meski sebenarnya hampir tidak ada perbedaan dalam cara memasak dan penyajian.

Zaman dahulu, kayu digunakan untuk membakar daging, tapi cara tersebut sudah lama ditinggalkan dan di zaman modern, masyarakat lebih memilih cara yang lebih praktis dengan menggunakan briket batu bara.

Sekitar setengah jam kemudian, seluruh daging tersebut sudah matang dan tidak lama kemudian, anggota keluarga Kemal yang lain pun berdatangan, termasuk anak-anak untuk meramaikan suasana.

"Biasanya, dalam tradisi braai selalu tersedia minuman beralkohol, tapi berhubung kami Muslim, kami ganti alkohol atau bir dengan Coca Cola saja," katanya.

Suasana kemudian menjadi hangat meski suhu sekitar 15 derjad Celcius terasa masih sangat dingin bagi orang Indonesia yang sudah terbiasa dengan suhu rata-rata 32 derjat.

Berbeda dengan orang Indonesia yang cenderung memakan daging bakar dengan nasi, masyarakat Afrika Selatan ternyata lebih suka memakannya dengan roti tawar yang dibumbui dengan sambal pedas.

Dalam waktu sekitar 30 menit, seluruh hidangan pun tandas tidak tersisa dan Kemal bersama sahabatnya Mustapha tampak puas bisa menjamu tamu datang dari jarak sekitar 8000km menyeberangi Samudera Hindia.
(A032/K004)

Pewarta: Oleh Atman Ahdiat
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010