Johannesburg (ANTARA News) - Beberapa bulan lalu, kantor berita Afrika Selatan (SAPA), memberitakan bahwa diperkirakan setidaknya 40.000 pekerja seks komersial (PSK) akan menyerbu negara itu untuk "menghangatkan" pesta sepak bola Piala Dunia 2010 yang berlangsung dalam cuaca dingin.

Ternyata setelah sepekan pesta sepak bola itu berlangsung, tidak ada tanda-tanda akan terjadi ledakan industri "esek-esek" tersebut, setidaknya seperti itulah yang terpantau di Johannesburg.

Para PSK yang dikabarkan didatangkan dari Eropa Timur tersebut harus gigit jari karena para penonton ternyata lebih fokus menonton pertandingan dan tidak banyak yang berminat untuk berkunjung ke tempat-tempat mesum.

Sebagian pengusaha tempat hiburan mengakui bahwa mereka ternyata tidak mendapatkan peningkatan jumlah pengunjung seperti yang diharapkan, sehingga terpaksa membatalkan pertunjukan.

Pengemudi taksi yang biasa mengantar para wanita penghibur ke turis yang memesan, juga kena imbas.

Tahun lalu saat berlangsungnya Piala Konfederasi, bisnis seks juga terpukul gara-gara beredar berita bahwa tim sepak bola Mesir kecurian di kamar hotel, dan yang dituduh sebagai pencuri adalah para pekerja seks.

Pada awalnya dilaporkan bahwa para pemain Mesir mengundang PSK ke kamar mereka, tapi berita tersebut kemudian dibantah oleh polisi.

Dari pengamatan ANTARA yang sudah berada sejak 8 Juni lalu di Afrika Selatan, udara dingin yang mencapai minus tiga derajat Celsius, serta meningkatnya jumlah polisi yang bersiaga di jalan, merupakan penyebab tidak munculnya PSK di jalan-jalan.

Suasana di pusat bisnis Sandton di Johannesburg, juga terlihat sepi dan terlihat tidak lebih dari lima wanita berpakaian ketat yang kedinginan di dekat lampu merah.

Seorang PSK yang mengaku bernama Natalie mengakui bahwa ia kecewa dengan kenyataan bahwa ternyata para penonton sepak bola Piala Dunia 2010 ternyata "membosankan".

Targetnya untuk mendapatkan 15.000 rand (Rp18 juta) dari penghasilan sebelumnya yang rata-rata 4500 rand, dipastikan tidak akan tercapai karena sepinya peminat.

Seperti yang dikutip harian Saturday Star, Natalie pernah didekati oleh pendukung tim Meksiko yang berjanji akan membayarnya 500 rand untuk layanan semalam, tapi ketika sampai di hotel di kawasan Sandton, satpam hotel melarangnya masuk.

"Pihak keamanan telah menyengsarakan kami. Mereka mengatakan tidak ingin kami berkeliaran di hotel mereka," katanya.

Paula, pengusaha Executive Show yang menyediakan layanan tarian erotis dan hiburan dewasa lainnya, mengakui bahwa ia tidak mendapatkan pemasukan seperti yang diharapkan dengan memanfaatkan Piala Dunia 2010. Kondisi tersebut membuatnya terpaksa membatalkan beberapa pertunjukan.

Barangkali karena sepinya peminat ke tempat hiburan karena turis lebih fokus menonton sepakbola, para pengelola tempat hiburan pun kemudian mulai agresif melakukan promosi.

ANTARA yang sedang berada di komplek Stadon Ellis Park pun sempat menjadi sasaran promosi ketika seorang pria berkulit hitam menyodorkan brosur milik The Summit Club di kawasan Hillbrow yang menyediakan sepuluh macam jenis hiburan dengan biaya masuk 50 rand.

Masalah Keamanan

Tingginya angka kejahatan, ditambah dengan cuaca dingin yang malam hari bisa mencapai minus tiga derajat Celsius, juga menjadi alasan kurangnya minat para turis untuk mengunjungi tempat hiburan malam.

Apalagi tempat hiburan yang berlokasi di kawasan rawan kejahatan seperti Hillbrow, tempat ANTARA dan beberapa wartawan Indonesia sempat menjadi sasaran pemerasan beberapa waktu lalu.

"Saya tidak berani keluar malam disini. Ngeri dengan kejahatan jalanan. Usai menonton pertandingan malam hari, kami lebih banyak menghabiskan waktu di hotel," kata Mark, seorang pendukung tim AS ketika ditemui Stadion Ellis Park usai menyaksikan pertandingan AS vs Slovenia, Jumat.

Usai pertandingan yang berakhir imbang 2-2 tersebut, ribuan penonton tampak bergegas menuju hotel mereka masing-masing dengan menggunakan bus besar yang telah disediakan oleh panitia.

Beberapa jam kemudian, jalan-jalan di sekitar Ellis Park yang berada di pusat kota Johannesburg itu pun sepi. Yang terlihat hanyalah beberapa pemuda kulit hitam yang tidak henti-hentinya mengeluarkan suara berisik dari terompet vuvuzela.

Berbeda dengan tempat hiburan malam seperti di Bangkok atau kota-kota besar lainnya, Johannesburg bukanlah tempat yang ramah dan nyaman, apalagi bagi orang asing untuk menghabiskan waktu senggang di malam hari.

Seperti yang disampaikan oleh turis asal Jerman, Susan Berringhorf dalam blog pribadinya, tinggal di Johannesburg ibarat menempatkan Anda pada posisi antri untuk menunggu sesuatu akan menimpa diri Anda karena Afrika Selatan adalah tempat paling berbahaya di dunia setelah zona perang.

Beberapa warga Indonesia yang berada di Afrika Selatan, atau pun mereka yang pernah lama tinggal di negara itu, sering mengingatkan agar memprioritaskan keselamatan diri.

"Anda mungkin bisa masuk ke kawasan hiburan tersebut di malam hari, tidak tidak ada yang menjamin kalau Anda bisa keluar dengan selamat," kata Prihardjono, pelatih silat asal Indonesia yang sudah enam bulan bertugas di Johannesburg.

(T.a032/A016/S026)

Pewarta: Laporan Atman Ahdiat dari Joha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010