Johannesburg (ANTARA News) - Sekitar 80.000 penonton, sebagian besar pendukung Ghana, yang memadati Stadion Soccer City, Johannesburg, Jumat (Sabtu WIB), hanya bisa terdiam dan hampir tidak percaya ketika tendangan penalti Asomoah Gyan membentur atas gawang Fernando Muslera, kiper Uruguay.

Padahal, jika penalti tersebut berhasil, Ghana akan mencatatkan diri dengan tinta emas sebagai negara Afrika pertama yang mampu menembus babak semifinal Piala Dunia.

Muslera pun berjingkrak kegirangan sambil menepuk tiang gawang, sebagai ucapan terima kasih karena telah menyelamatkan timnya dari kekalahan. Sementara itu, Gyan sebaliknya larut dalam penyesalan yang pasti tidak akan terlupakan seumur hidupnya.

Akhirnya pertandingan pertandingan pun harus dituntaskan melalui adu penalti setelah skor tetap imbang 1-1. Ghana pun harus menerima kenyataan, sejarah yang sudah dipelupuk mata, akhirnya melayang setelah kalah 2-4 melalui adu penalti.

Duka Ghana adalah juga duka sekitar satu miliar rakyat Afrika yang semula sangat berharap tim berjuluk Bintang Hitam (Black Stars) itu akan memberikan hasil yang membanggakan.

Bahkan pendukung tuan rumah Bafana Bafana, sengaja memplesetkan dukungan terhadap Ghana dengan sebutan "BaGhana".

Di sebuah ruang hotel di Santa Maria, Cape Verde, suasana untuk beberapa saat tampak hening saat 10 kepala negara dan kepala pemerintahan Afrika Barat, termasuk Presiden Ghana John Atta-Mills menonton bersama pertandingan tersebut.

Atta-Mills berada di ibu kota negara pulau itu mengikuti pertemuan Masyarakat Ekonomi Afrika Barat ke-38 dan sempat menghentikan pertemuan untuk menyaksikan pertandingan.

Setelah pertandingan berakhir dengan kekalahan Ghana, maka para kepala negara dan kepala pemerintahan tersebut kembali ke ruang rapat dengan raut wajah murung, tanpa memberikan keterangan apa-apa kepada media yang menunggu komentar mereka.

Tetap Bangga

Sementara di ibu kota Ghana, Accra, para pendukung Bintang Hitam menyatakan kesedihan dan kekecewaan atas kegagalan yang menyakitkan tersebut. Namun mereka umumnya tetap menyatakan rasa bangga atas perjuangan yang telah diperlihatkan oleh Gyan dan kawan-kawan.

"Saya masih tetap bangga dengan penampilan tim. Bagaimanapun, mereka telah memberikan yang terbaik dibandingkan dengan negara Afrika lainnya," kata seorang supir taksi, Kwesi Appiah .

Di sudut kota lainnya, jalan-jalan yang sebelumnya dipenuhi para pendukung yang menyaksikan pertandingan melalui layar lebar, langsung sepi hanya dalam beberapa menit setelah pertandingan usai.

"Kami telah memberikan yang terbaik. Kami hanya tidak beruntung sehingga gagal memanfaatkan beberapa peluang. Tim patut mendapat pujian atas prestasi mereka di Afrika Selatan," kata seorang akuntan, Michael Aseidu .

"Kami memang kecewa, tapi tidak terlalu kecewa melihat tim-tim besar seperti Brazil, Portugal dan Italia juga tersingkir," katanya menambahkan.

Duka Afrika


Beberapa hari menjelang pertandingan semifinal, seluruh Afrika pun bersatu, melupakan sejenak konflik dan perbedaan diantara mereka untuk mendukung sang Bintang Hitam, satu-satunya tim yang tersisa untuk mengangkat harga diri benua hitam itu.

Para pendukung Bafana Bafana, julukan tuan rumah Afrika Selatan, secara sukarela mengalihkan dukungan mereka kepada Ghana.

Bahkan pemerintah Provinsi Gauteng yang beribu kota Johannesburg, secara khusus memasang iklan satu halaman di beberapa surat kabar, mengajak seluruh pendukung tuan rumah memberikan dukungan penuh kepada tim asuhan pelatih Milovan Rajevac asal Serbia.

Seorang warga Johannesburg ,Takalani Nehuheni dengan tato bendera Ghana di pipi kiri dan bendera Afrika Selatan di sebelah kanan, juga menyatakan kekecewaan dan kesedihannya.

"Saya sangat kecewa. Tim terakhir Afrika telah tersingkir sehingga sekarang Afrika tidak lagi punya wakil. Saya benar-benar kecewa," katanya.

Karena sudah tidak ada lagi tim yang mewakili Afrika, maka Nehuleni mengakui bahwa ia sekarang menjadi bingung karena tidak tahu negera mana yang akan didukungnya .

"Saya sebenarnya sangat berharap Ghana membuat tropi Piala Dunia tetap di Afrika, tapi harapan itu sekarang pupus sudah. Saya tidak tahu mau mendukung tim mana sekarang," katanya.

Seorang pendukung Uruguay ,Mingo Denis yang meski gembira timnya lolos ke semifinal dengan menyingkirkan Ghana, tetap menyampaikan rasa simpatinya atas kesedihan yang menimpa tim dari Afrika.

"Saya ikut bersedih, mulanya kami menyingkirkan Afrika Selatan dan sekarang Ghana. Memang sangat disayangkan. Tapi saya sangat gembira karena Uruguay menang," katanya.

ANTARA yang menyaksikan pertandingan tersebut menyaksikan besarnya dukungan dan harapan para penonton terhadap Ghana, meski mereka bukan warga negara tersebut.

Dukungan tersebut terlihat di sekitar kota Johannesburg, ketika para pedagang kaki lima yang semula menjual asesoris Bafana Bafana, berganti dengan bendera, topi dan syal warna khas Ghana.

Berita kekalahan dramatis yang dialami Ghana pun menenggelamkan berita ketika Brazil, tim yang begitu difavoritkan sejak sebelum Piala Dunia 2010 digelar 11 Juni lalu, tersingkir ditangan Belanda dengan skor 1-2.

"Tim favorit saya Brazil juga sudah tersingkir, mungkin sekarang saya mengalihkan dukungan kepada Jerman. Saya memprediksi, Jerman akan bertemu Belanda di final," kata Irfan Gillan, seorang pengusaha asal Johannesburg kepada ANTARA, beberapa saat setelah pertandingan yang berlangsung dalam cuaca dingin itu.

(A032/A011/S026)

Pewarta: Oleh Atman Ahdiat
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010