Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan dua orang penyidik dalam kasus dugaan penerimaan suap kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dari perusahaan penyedia bansos COVID-19, yaitu Mochammad Praswad Nugraha dan Muhammad Nor Prayoga terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

"Mengadili menyatakan terperiksa I Mochammad Praswad Nugraha dan terperiksa II Mohammad Nor Prayoga bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa perundungan dan pelecehan terhadap pihak lain di dalam dan di luar lingkungan kerja yang diatur dalam pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No. 2 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata ketua majelis etik Harjono dalam sidang etik di gedung KPK Jakarta, Senin.

Pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK berbunyi "Dalam pengimplementasikan nilai dasar keadilan setiap Insan Komisi dilarang bertindak sewenang-wenang atau melakukan perundungan dan/atau pelecehan terhadap Insan Komisi atau pihak lain baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja".

Majelis etik yang terdiri dari Harjono, Syamsuddin Haris dan Albertina Ho lalu menjatuhkan hukuman sedang dan ringan kepada keduanya.

"Menghukum Terpiksa I dengan sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan dan terperiksa II dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis 1 dengan masa berlaku hukuman selama 3 bulan," ujar Harjono menegaskan.

Baca juga: Tim Pendamping: Penyidik KPK kasus bansos tak pernah intimidasi saksi

Baca juga: Pimpinan KPK menyerahkan tindak lanjut laporan pegawai ke Dewas


Keduanya dinilai terbukti melakukan perundungan atau pelecehan kepada saksi Agutri Yogasmara alias Yogas yang merupakan saksi dalam kasus dugaan penerimaan suap kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dari perusahaan penyedia bansos COVID-19.

Perundungan itu disebut dilakukan saat penggeledahan di rumah Yogas pada 12 Januari 2021 dan pemeriksaan Yogas di gedung KPK pada 13 Januari 2021.

"Para pemeriksa duduk dengan mengangkat kaki, menunjuk-nunjuk saksi Agustri Yogasmara, menunjuk pelipis kepalanya sendiri sambil mengucapkan kata-kata 'mikirrrrr', memegang mobil-mobilan dan menunjukkan kepada saksi Agustri Yogasmara sambil mengucapkan kata-kata 'sini mulutmu gue masukin ini...' pada 12 Januari 2021 dan seolah-olah akan melemparkan sesuatu kepada saksi Agustri Yogasmara pada saat pemeriksaan berlangsung," ungkap Syamsuddin Harris.

Selain itu pada pemeriksaan pada 13 Januari 2021, Agustri Yogasmara juga dikonfrontasi dengan saksi Harry van Sidabukke dengan diminta untuk meletakkan tangan di atas Al Quran.

"Hal itu juga merupakan sikap yang tidak patut dan tidak pantas dilakukan oleh seorang penyidik dalam melaksanakan tugas," ucap Syamsuddin.

Dalam sidang pemeriksaan, menurut majelis etik, terperiksa 1 yaitu penyidik Mochamad Praswad Nugraha menyatakan menyadari yang dilakukan pada waktu penggeledahan dan pemeriksaan terhadap Agutri Yogasmara merupakan sikap yang kurang pantas.

"Dalam hal ini terperiksa 1 memohon maaf dan akan menjadi koreksi ke depan. Terperiksa 1 juga memahami kedudukan saksi dalam pemeriksaan mempunyai hak untuk tidak mengaku, namun keterangan saksi Agustri Yogasmara dibutuhkan karena dalam penyidikan bansos yang melibatkan Ihsan Yunus dan Iman Ikram masih terputus," ungkap Syamsuddin.

Baca juga: Novel Baswedan laporkan Komisioner KPK Lili Pintauli ke Dewas

Majelis etik menilai kata-kata yang diucapkan terperiksa 1 yang ditujukan kepada Agustri Yogasmara termasuk kata-kata kotor yang tidak seharusnya diucapkan oleh insan KPK sehingga Praswad sudah melewati batasan yang dipahami-nya.

"Terperiksa II di persidangan mengatakan memang duduk di rumah Agutris Yogasmara sambil mengangkat kaki, namun dilakukan bukan karena tidak menghargai atau melecehkan saksi dalam hal ini terperiksa memohon maaf dan menjadi pelajaran untuk ke depannya," tambah Syamsuddin.

"Para terperiksa pada waktu proses penggeledahan dan melakukan pemeriksaan di gedung KPK telah mengucap kata-kata dan menunjukkan bahasa tubuh tidak pantas dan termasuk perbuatan yang tercela sehingga menurut pendapat majelis para terperiksa telah melakukan perundungan dan pelecehan terhadap saksi di luar dan dalam lingkungan kerja sehingga dugaan pelanggaran kode etik pasal 6 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK No 2 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK terpenuhi," papar Syamsuddin.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021