Bangkok (ANTARA News/AFP) - Thailand pada Jumat mencabut pemberlakuan keadaan darurat di tiga propinsi di wilayah timur laut, namun pemberlakuan itu dipertahankan di Bangkok, setelah terjadi serangkaian ledakan kecil dalam beberapa minggu terakhir.

Pemerintah Thailand mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) supaya mencabut keadaan darurat itu untuk pemulihan situasi dari ketegangan sipil yang menyebabkan perpecahan.

Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva mencabut pemberlakuan itu di propinsi Nakhon Ratchasima, Khon Kaen dan Udon Thani -- markas kelompok "Kaos Merah" di wilayah timur-laut yang menggerakkan unjuk rasa besar di Bangkok pada April dan Mei.

"Pencabutan berlaku sekarang," kata juru bicara pemerintah Panitan Wattanayagorn kepada AFP.

Kebijakan keadaan darurat diberlakukan di Bangkok pada awal April sebagai reaksi terhadap unjuk rasa massal melawan pemerintah oleh Kaos Merah yang menyebabkan 91 orang tewas dalam bentrokan antara pemrotes dan angakatan bersenjata.

Peraturan tersebut, yang melarang berkumpulnya lebih dari lima orang di tempat umum dan memberi hak penegak hukum untuk menahan tersangka tanpa dakwaan itu masih berlaku di Bangkok dan sekitarnya, yaitu Nonthaburi, Pathum Thani dan Samut Prakan.

Serangkaian ledakan granat telah terjadi di Bangkok dalam beberapa minggu ini, meningkatkan keraguan untuk mempercepat pencabutan peraturan darurat tersebut.

Dalam kasus terbaru, sebuah granat dilemparkan ke lingkungan kantor Kejaksaan Agung di Bangkok pada Senin malam. Tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut.

Pada Jumat pekan lalu, tiga orang terluka saat terjadi ledakan kecil dalam tong sampah di wilayah permukiman.

Kelompok Kaos Merah membantah telah terlibat dalam ledakan tersebut dan menuduh pemerintah melakukan konspirasi supaya mendapatkan pembenaran terhadap peningkatan wewenang pada pihak berwajib.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh Kaos Merah, kelompok pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang menjadi buron, menghimpun 100.000 orang untuk menuntut segera diadakan pemilu, tetapi dibubarkan oleh angkatan bersenjata pada 19 Mei.

Setelah pembubaran, puluhan pemrotes membakar sejumlah gedung termasuk pusat perbelanjaan dan gedung bursa saham.(*)

(Uu.KR-IFB/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010