Karanganyar (ANTARA News) - Putra-putri mantan Presiden Soeharto beserta keluarga besarnya tidak akan mendesak pemerintah agar memberi anugerah gelar pahlawan nasional kepada mantan tokoh berpengaruh di Asia Tenggara ini.

"Penganugrahan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto sebenarnya tinggal waktu saja, mengingat jasa-jasa beliau untuk negara sangat luar bisa. Semua rakyat tahu itu," kata Hutomo Mandala Putra atau Tommy di sela-sela bedah bumi praperingatan 1.000 hari dimakamkannya Pak Harto, di Astana Giri Bangun Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Senin.

Ia mengatakan, jasa-jasa mendiang Jenderal Besar Soeharto semasa hidupnya cukup besar, baik dalam bidang militer, seperti perannya dalam Serangan 11 Maret 1949 di Yogyakarta yang mempunyai pengaruh besar di dunia internasional, lalu penumpasan Gerakan G-30 S/PKI, keberhasilan dalam pembangunan, keluarga berencana (KB), dan lain-lain.

"Keluarga sebenarnya telah berkeyakinan bahwa gelar pahlawan nasional itu akan diberikan kepada ayah kami, dan ini tinggal waktu saja, entah cepat atau lambat," kata Tomy.

Menyinggung masalah peringatan 1.000 hari meninggalnya Pak Harto, Tomy mengatakan semua ini akan dilakukan sesuai adat yang ada. "Untuk tata cara ini saya kurang mengerti secara pasti. Silakan tanya kepada Mas Begug Poernomosidi (Bupati Wonogiri) karena beliau yang menangani semua ini," katanya.

Acara bedah bumi dalam rangka peringatan 1.000 hari wafatnya Pak Harto diawali dengan tahlilan yang dipimpin oleh Sukirno, Kepala Rumah Tangga Astana Giri Bangun.

Usai tahlilan dilanjutkan, Tomy didampingi Siti Hediati Haryadi dan Siti Hutami Endang Adiningsih, Begug Poernomosidi, serta Bupati Karanganyar Rina Iriani SR, menyiramkan air kelapa ke liang lahat makam Soeharto.

"Sebagai orang Jawa kalau mau memasang batu nisan untuk peringatan 1.000 hari harus terlebih dahulu dilakukan bedah bumi," kata Begug Poernomosidi, sambil menambahkan batu nisannya diambilkan dari Tulung Agung, Jawa Timur.

"Untuk batu marmer yang menghiasi makam Pak Harto ini tidak ada yang istimewa, semuanya biasa saja dan batu marmer itu diambilkan dari Tulung Agung," katanya.

Untuk prosesi peringatan 1.000 hari ini pertama pada hari ini dilakukan bedah bumi, tanggal 16 Oktober 2010 pemasangan batu nisan (kijing), 21 Oktober 2010 dilakukan tahlilan secara serentak di Masjid Attim Jakarta, Kemusuk Yogjakarta, Jaten, Karanganyar, Kaliotan Solo, dan di Astana Giri Bangun.

Puncaknya pada 22 Oktober 2010 pemasangan batu nisan, yang akan dihadiri oleh seluruh keluarga dari mendiang Soeharto.
(J005/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010