Surabaya (ANTARA News) - Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR Lily Wahid menggalang dukungan kalangan ulama dan santri melalui islah akbar yang akan digelar di Jawa Timur pada Desember 2010.

"Kami akan mengadakan islah akbar. Kalangan ulama banyak yang meresponsnya. Terserah, Muhaimin (Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar) mau datang atau tidak," katanya di Surabaya, Kamis.

Menurut dia, islah yang digelar itu dimaksudkan untuk menjaga keutuhan partai politik yang didirikan para ulama NU itu. "Kegiatan ini bukan ambisi kami semata, melainkan upaya untuk memperbaiki PKB," kata adik kandung pendiri PKB Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.

Konflik antara Lily dan Muhaimin yang masih keponakannya itu meruncing setelah Pansus Century. Bahkan, Lily terancam pemecatan dari keanggotaannya di legislatif dan didongkel dari kepengurusan PKB sebagai Wakil Ketua Dewan Syura DPP.

"Silakan kalau mau `recall`. Dari dulu saya menunggu. Tapi ingat setelah mecat, saya tunggu di MK (Mahkamah Konstitusi) karena saya duduk di Dewan setelah putusan MK terkait perolehan suara terbanyak. Kebetulan suara saya memang terbanyak," katanya usai menghadiri pelantikan pengurus DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jatim itu.

Terkait utang sebesar Rp363 juta kepada DPW PKB Jatim sebagaimana diungkapkan Ketua DPW PKB Jatim, Imam Nahrawi, Lily menyatakan akan segera melunasinya.

"Utang saya itu tinggal Rp200 juta. Secepatnya saya lunasi. Setelah itu, saya akan meminta `lawyer` untuk menggugat DPP dan DPD PKB yang telah melakukan pencemaran nama baik saya dalam soal utang-piutang ini," katanya didampingi Wakil Ketua Dewan Syura DPW PKB Jatim, Khuriyah, itu.

Ia kemudian mengungkapkan asal-mula utang-piutang yang terjadi pada 27 Mei 2007. Ia berinisiatif meredam emosi korban semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo dengan menggelar istigasah.

Niatan itu ditanggapi positif oleh salah satu menantu Aburizal Bakrie selaku pemilik PT Lapindo Brantas yang berjanji membantu biaya penyelenggaraan istagasah itu. Lily pun kemudian meminjam uang DPW PKB Jatim yang dipegang bendaharanya, Khuriyah, sebesar Rp363 juta.

"Uang itu saya gunakan untuk biaya penyelenggaraan istigasah di 22 tempat, termasuk di Sidoarjo. Jadi, sesenpun kami tidak menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi," katanya.

Namun, karena akad pinjam, Lily pun tetap berinisiatif mengembalikan uang itu. Ia mencicilnya tiga kali, yakni Rp25 juta, Rp25 juta, dan terakhir Rp50 juta sehingga tersisa sekitar Rp263 juta.

Merasa sakit hati setelah utang itu dibeber di media massa oleh kubu Muhaimin, Lily menyatakan akan segera melunasinya disertai dengan tuntutan hukum atas tuduhan pencemaran nama baik.

Selanjutnya dia juga akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengaudit keuangan DPP PKB dan DPW PKB Jatim. "Uang yang digunakan untuk membeli kantor di Jakarta dan Surabaya itu dari konstituen, tapi mengapa aset itu diatasnamakan pribadi Muhaimin dan Nahrawi?" katanya.
(M038/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010