Semarang (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono menilai rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto sebagai suatu hal dilematis sekaligus menjadi kontroversi bagi pemerintah Republik Indonesia.

"Dilematis karena selain pernah menjadi tentara dalam melawan penjajah Belanda dan mantan Presiden RI, Soeharto juga dikenal sebagai tokoh yang tidak demokratis saat memerintah sehingga memunculkan berbagai krisis di Indonesia," kata Teguh Yuwono di Semarang, Jumat.

Ia mengatakan, pemerintah dituntut berani dan tegas dalam mengambil kebijakan dan keputusan terkait dengan hal tersebut untuk meredakan situasi ketidakpastian yang ada di masyarakat saat ini.

Menurut dia, kebijakan dan keputusan yang diambil pemerintah harus melalui pertimbangan-pertimbangan yang logis dan penilaian yang berkesinambungan karena pahlawan mempunyai makna sebagai figur tanpa cela .

"Yang dimaksud penilaian berkesinambungan adalah penilaian yang dilakukan terhadap seseorang yang akan diberi gelar pahlawan nasional, apakah yang bersangkutan merupakan sosok yang menjalankan tugas dan peran pokoknya sebagai warga negara Indonesia dari lahir hingga wafat," ujarnya.

Selain itu, kata dia, juga perlu dilihat seberapa jauh kontribusi yang telah diberikan seseorang dalam hal ini Soeharto yang berperan besar dalam pembangunan di Indonesia serta tidak terlepas dari kesalahan yang telah dilakukan.

"Bahkan beberapa pahlawan nasional seperti Soekarno dan Mohammad Hatta juga bukan sosok yang tanpa cela," katanya.

Menurut dia, terlepas dari kebijakan dan keputusan apa yang akan diambil pemerintah nantinya pasti akan menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat yang biasa terjadi pada sistem pemerintahan yang menganut paham demokrasi.

"Keputusan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto ini tergantung dari seberapa besar keberanian pemerintah menghadapi berbagai tekanan dari masyarakat maupun dari pihak luar," ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang lainnya, M. Yulianto, mengatakan meskipun Soeharto dinilai sebagai seorang diktator dan otoriter pada saat memerintah, namun yang bersangkutan menjadi bagian dari sejarah Republik Indonesia.

"Soeharto selama ini mempunyai kontribusi terhadap pembangunan Indonesia apapun bentuk dan hasilnya termasuk berbagai permasalahan di dalamnya," katanya.

Kendati demikian, Yulianto mengaku tidak bisa memberikan penilaian layak atau tidak terkait dengan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.

"Saya hanya memberikan pandangan bahwa adanya rencana tersebut merupakan hal yang wajar mengingat kontribusi yang diberikan Soeharto pada masa pemerintahannya, namun masyarakat juga boleh mengkritisi yang melihat kepemimpinannya jauh dari kata demokrasi selama lebih dari 30 tahun," ujar M. Yulianto.(*)

(U.KR-WSN/R010/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010