Timika, Papua (ANTARA News) - Sekitar 200 personil keamanan yang terdiri dari Satuan Tugas (Satgas) Amole V, Brimob, Satuan Pengendali Massa (Dalmas) Polres Mimika, satuan pengamanan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak Rabu (21/1) melakukan penertiban para pendulang emas tradisional di sepanjang Kali Kabur (Sungai Aijkwa) mulai dari Mile 74 hingga Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.

Kapolres Mimika, AKBP Godhelp C Mansnembra kepada wartawan di Timika, Kamis (22/1) menjelaskan tindakan penertiban itu dilakukan dalam rangka meningkatkan pengamanan di sekitar areal pertambangan PTFI dan juga demi keselamatan para pendulang tradisional sendiri.

"Kegiatan ini merupakan program PT Freeport dalam rangka meningkatkan keamanan di sekitar areal tambang," jelas Mansnembra.

Dikatakannya, lokasi pendulangan tradisional di sekitar areal tambang PT Freeport di Distrik Tembagapura rawan menimbulkan kecelakaan karena medan yang curam dan terjal serta rentan terjadi longsor.

Dalam kegiatan penertiban pada hari Rabu, petugas membongkar paksa belasan kamp-kamp pendulang tradisional yakni di sekitar lokasi pintu angin dan sekitar Camp David.

Aksi penertiban tersebut semula diprotes para pendulang tradisional yang sehari-hari
menggantungkan hidup dari mengais butiran emas yang ikut terbawa air saat dilepas dari pabrik pengolahan PT Freeport di Mile 74.

Para pendulang tradisional yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan orang selanjutnya dipulangkan ke kota Timika. Mereka hanya diijinkan melakukan kegiatan pendulangan tradisional di wilayah dataran rendah mulai dari Mile 40 hingga Mile 20.

"Lokasi yang diijinkan untuk mendulang mulai dari Mile 40 ke bawah," kata Mansnembra sembari menambahkan kegiatan penertiban para pendulang tradisional di sepanjang Kali Kabur dipimpin langsung Komandan Satgas Amole V AKBP Muhammad Sagi.

Sesuai data yang dihimpun ANTARA, hingga saat ini tercatat sudah puluhan pendulang tradisional yang menemui ajal saat melakukan pendulangan di sepanjang aliran Kali Kabur. Kebanyakan pendulang tradisional yang meninggal tersebut karena terbawa arus banjir saat hujan lebat di sekitar Tembagapura. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009