Mekkah (ANTARA News) - Provokator tidak hanya menjadi fenomena yang bermunculan di Tanah Air saat musim unjuk rasa, ternyata di tanah suci pun ada oknum yang senang memperkeruh suasana untuk "menyemarakkan" pelaksanaan ibadah haji.

Sukses pelaksanaan ibadah haji dapat diukur dari tugas-tugas yang dilakukan oleh pihak pengadaan pondokan, katering, transportasi, kesehaan dan bimbingan ritual haji mulai puncak haji di Arafah, Muzdalifah, Minna hingga jumroh.

Namun itu saja belum cukup, karena masih ada beberapa hal yang harus ditingkatkan. Antara lain soal koordinasi antara pemangku kepentingan.

Karena itu, untuk memuaskan dalam memberikan pelayanan kepada jemaah haji yang kini mulai memasuki tahap puncak haji 1431H/2010 M, semua pimpinan Kepala Daerah Kerja (Kadaker), Mekkah, Madinah dan Jeddah, saling bahu membahu melaksanakan tugasnya.

Tim tersebut, merapatkan barisan di bawah kepemimpinan Kepala Staf Tekhnis Urusan Haji (TUH) Syairozi Dimyathi.

Tatkala jemaah memulai masuk dari Jeddah ke Madinah, koordinasi dimantapkan. Dari segi transportasi, persoalan yang memusingkan dibenahi.

Ada beberapa hal yang menjadi catatan, apakah persoalan larangan masuknya ambulan dari missi kesehatan haji Indonesia masuk wilayah airport haji King Abdul Aziz, Jeddah masih diberlakukan dan belum ada kejelasan hingga kini.

Pemerintah setempat memberlakukan standar ganda dalam soal pelayanan kesehatan. Di Madinah, ambulan dibenarkan masuk bandara, tapi di Jeddah tak demikian.

"Ini, karena menyangkut otoritas bandara, menyebabkan pelayanan profesional tak bisa optimal," kata dr. Eka Yusuf, menjelaskan tentang pelayana kesehatan di wilayah kerjanya.

Kini, jemaah dari Madinah sudah memasuki Mekkah. Bersamaan dengan itu, pada 27 Oktober 2010 juga masuk dari gelombang kedua, jemaah haji dari tanah air ke Jedddah dan langsung masuk ke Mekkah.

Dengan demikian, jemaah haji Indonesia, sesuai kuota 221 ribu orang, dalam waktu singkat akan masuk kota Mekkah Al Mukaromah untuk selanjutnya ikut puncak perayaan wukuf di Arafah.

Di Jeddah, di bawah kepemimpinan Kadaker Ahda Barori, koordinasi pengiriman jemaah dari Jeddah langsung ke Mekkah yang kini semakin banyak, harus tetap dipertahankan konsistensinya. Sistem transportasi pengiriman jemaah boleh diacungi jempol.

Sementara itu jemaah dari Madinah, setibanya di Mekkah, mulai melontarkan nada minor. Kendati bukan dalam bentuk protes, tetapi sekurangnya rasa ketidakpuasan. Hal ini dapat dimaklumi. Pasalnya, pondokan di Markaziah yang dekat Masjid Nabawi lebih nyaman ketimbang pondokan yang ada di Mekkah.

Untuk ini, pemerintah -- dalam hal ini Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PHU) -- jauh hari sudah mengantisipasi kemungkinan adanya ketidakpuasan atau merasa tak adil dalam hal pemondokan. Sebagai jalan keluar, dilakukan qurah (undian). Namun, lagi-lagi, karena yang dilayani ribuan orang, tentu rasa ketidakpuasan tetap saja mengemuka.

"Di Madinah, tak seperti ini. Kenapa, kok buruk fasilitasnya. AC mati, lift tak jalan. Air kurang lancar," kata seorang anggota jemaah haji asal Aceh yang tak dapat disebutkan. Keluhan macam itu, terasa kuno. Sebab, sejak musim haji beberapa tahun silam, kerap mencuat.

Rasa ketidakpuasan semacam ini sudah diantisipasi. Pihak penyelenggara urusan pemondokan, yang dipimpin Jauhari, kerap berulang-ulang menjelaskan bahwa pondokan di Mekkah tak sama kualitasnya dengan di Madinah.

Bahkan pondokan satu wilayah, yang berdekatan dengan tetangga, -- dalam hal fasilias -- kesenjangannya terlalu jauh.


Akibat kesenjangan

Adanya kesenjangan fasilitas di setiap pemondokan telah memunculkan sikap cemburu di kalangan jemaah haji yang baru tiba di Mekkah. Untuk itu perlu diantisipasi kemunculan provokator amatir yang bisa memetik keuntungan tertentu. Bisa jadi, provokator ikut bermain di belakang layar dalam persoalan pengembalian sisa uang sewa pondokan.

"Yang paling mudah, jika ada ketidakpuasan pengembalian uang sisa pondokan. Besar peluang untuk mengompori orang yang merasa tak puas," kata seorang petugas yang menangani urusan ini.

Belakangan ini, kasus penolakan pengembalian sisa uang sewa pondokan memang mulai mencuat. Selasa lalu (26/10), para ketua kelompok terbang (kloter) jamaah haji dari berbagai daerah datang di kantor Daker Makkah. Mereka datang untuk mengurus sisa uang sewa pondokan itu. Kasus uang sewa pondokan memang patut dicermati.

Rabu (27/10) pagi, Kloter 06/SUB datang di kantor Daker Mekkah menyatakan menolak sisa uang sewa dan meminta Daker memberikan penjelasan kepada semua jamaah kloter. "Alasan mereka, ada rumah yang lebih bagus, tapi dapat sisa uang sewa 100 riyal," kata pelaksana keuangan Daker Makkah, Sofwan.

Jamaah Kloter 06/SUB dari Surabaya yang menempati rumah 241 di Ring II itu harusnya memperoleh sisa uang sewa 50 riyal. Rumah yang mereka tempati harganya 2.800 riyal, dengan kapasitas 1.172 jamaah.

"Tahun lalu, rumah ini harganya 2.650 riyal, dengan kapasitas 1.389," jelas Wakil Kepala Daker Bidang Pengawasan Pondokan, Ahmad Jauhari.

Dengan kapasitas 1.172, rasio ruang menjadi 1:4. Satu orang menempati empat meter persegi. Tahun lalu, rasionya 1:3. Satu orang menempati 3 meter persegi. "Dihitung berdasarkan kapasitas rumah, sebenarnya harganya turun. Rumah ini berada di sisi jalan," ujar Jauhari.

Sehari sebelumnya, lima anggota Kloter 03/BTJ Banda Aceh pun menolak pengembalian sisa uang sewa. "Itu sebagai bentuk protes karena tak puas dengan pondokan yang mereka tempati," ujar Ahyar, ketua Kloter 03/BTJ Banda Aceh.

Jamaah dari Aceh yang menempati rumah 415 itu merasa kurang nyaman tinggal di rumah itu, karena fasilitasnya kurang memenuhi standar. Menurut Ahmad Jauhari, penempatan rumah didasarkan pada undian yang dilakukan di Jakarta. Para Kanwil Kementerian Agama hadir untuk menerima hasil pengundian itu.

Tentang adanya lima jamaah anggota kloternya yang menolak sisa uang sewa, Ahyar mengaku sudah melaporkannya ke kantor sektor dan kantor daker. Kloter 03/BTJ menempati rumah 415 di Sektor IV.

Harga sewa rumah ini sebesar 1.450 riyal. Pemerintah dan DPR menetapkan harga sewa rumah jamaah sebesar 2.850 riyal. "Masing-masing jamaah di kloter kami menerima kembalian 400 riyal," ujar Ahyar.

Pengembalian sisa uang sewa pondokan tahun ini tak dilakukan berdasarkan zona pondokan. Tahun sebelumnya, dilakukan berdasarkan zona.

Jamaah yang berada di Ring I tak mendapt kembalian sisa uang sewa. Tapi, ada juga jamaah yang protes, karena dalam satu Ring, kembalian sisa uang sewa beda-beda per rumah. BPK kemudian merekomendasikan sistem "real cost".

Setiap rumah yang haragnya di bawah 2.850, baik itu di Ring I atau Ring II, akan mendapat kembalian sisa ung sewa. Yang harga rumahnya di atas itu, tak mendpat kembalian, juga tak perlu membayar kekurangannya, karena kekurangannya sudah ditutup dari dana optimalisai dana haji.

Jamaah Kloter 02/JKS Jakarta, termasuk yang tak menerima kembalian sisa uang sewa rumah. Mereka menempati rumah di Sektor IV di Ring II. "Menurut penjelasan dari Daker, harga sewa rumahnya di atas 3.000 riyal. Jadi, jamaah kloter kami tak mendapatkan kembalian sisa uang sewa," jelas Muh Hatta, ketua Kloter 02/JKS.

Hatta mengaku kloternya mengaku puas dengan tempat tinggal yang diperoleh. Pemerintah DKI Jakarta memberi bantuan fasilitas tambahan untuk jamaah haji asal DKI. Jamaah juga mendapatkan makan dan fasilitas transportasi khusus, meski jamaah bisa menggunakan transportasi yang disediakan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH).

Jamaah yang tinggal di Ring II (berada di radius 2.001-4.000 meter dari Masjidil Haram) mendapat fasilitas transportasi yang dilayani oleh operator Saptco dan Ummul Quro.

Soal jemaah yang tak mau menerima sisa uang pengembalian, Kadaker Mekkah, Cepi Supriatna mengatakan, uang tetap disimpan dengan baik. Biasanya, menjelang kepulangan, mereka akan meminta uang tersebut.

Mengenai fasilitas dari pemondokan yang belum baik, seperti ketiadaan air, lift tak jalan dan kebersihan kurang, Cepi mengatakan, jika pemilik pondokan (hotel) tak juga mengindahkan permintaan dari petugas sektor dalam tempo yang sudah ditetapkan, maka pihaknya akan mengajukan komplein.

"Nanti, saat penyelesaian kontrak, biaya sewa akan dikurangi karena sebelumnya sektor mengeluarkan seluruh biaya fasilitas hotel, seperti pengadaan air dan kebersihan," katanya.

"Jadi, dia bahil harus dilawan dengan bahil juga," kata Cepi Supriatna sambil melempar senyum.(E001/K004)

Oleh Oleh Edy Supriatna
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010