Rabat (ANTARA News/Reuters) - Maroko Jumat mengatakan mereka telah menangguhkan aktivitas televisi Arab-raya Al Jazeera di wilayahnya, dengan menyebut apa yang mereka katakan sebagai laporan tidak adil yang telah merusak reputasi negara itu.

Al Jazeera telah acap kali membuat marah pemerintah-pemerintah di Timur Tengah dan Afrika Utara, tempat media dalam negeri sering tunduk pada pambatasan ketat, tapi jurnalisme yang keras dan tegas stasiun itu telah disaksikan melalui satelit oleh jutaan orang.

Kementerian Komunikasi Maroko mengatakan dalam satu pernyataan, negara itu telah mendaftar beberapa insiden tempat stasiun yang bermarkas di Qatar tersebut telah melanggar standar jurnalistik pada keakuratan dan keobyektivannya.

Al Jazeera melaporkan dalam siarannya bahwa operasinya di Maroko telah ditangguhkanm, tapi seorang jurubicara di markas besarnya di Doha, ibukota Qatar, menyatakan ia tidak memiliki komentar segera.

Pernyataan Moroko itu, yang dilaporkan oleh kantor berita resmi MAP, mengatakan siaran Al Jazeera "telah merusak dengan serius citra Maroko dan merusak secara jelas kepentingannya, sebagian besar khususnya integritas wilayahnya".

Stasiun itu memperlihatkan "ketentuan untuk hanya menyiarkan dari negara kami fakta dan fenomena negatif dalam upaya yang disengaja untuk mengecilkan upaya Maroko dalam semua aspek pembangunan dan untuk meremehkan pengetahuan pencapaian dan kemajuannya dalam demokrasi", kata pernyataan itu.

Maroko adalah negara yang sebagian besar dari sekitar 30 juta penduduknya Muslim, yang diperintah oleh rajanya, Mohamed VI, dan memiliki hubungan dekat dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Kelompok kampanye kebebasan media Wartawan Tanpa Perbatasan menempatkan Maroko di peringkat ke-135 dari 178 negara dalam indeks kebebasan pers tahunannya. Kelompok itu mengatakan wartawan sering tunduk pada denda yang berat jika mereka melaporkan hal-hal yang dianggap tabu dari kehidupan masyarakat.

Meskipun kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan sejumlah masalah masih ada, Maroko mendapat pujian internasional karena peningkatan dalam catatan HAM-nya sejak Raja Mohamed yang reformis mengambilalih kekuasaan dari ayahnya Hassan II, yang pada saat pemerintahannya ratusan orang telah tewas di tangah pemerintah. (S008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010