Yogyakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono mengatakan bahwa tugas sebagai juru kunci Gunung Merapi bukan hanya didasarkan pada sebuah keyakinan, namun juga logika.

"Juru kunci seharusnya adalah sosok yang bisa menyeimbangkan antara hati dan kepala, bukan hanya seseorang yang mendasarkan pada keyakinan semata," kata Surono di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, logika berpikir realistis harus menjadi salah satu syarat bagi juru kunci Gunung Merapi, mengingat adanya sebuah contoh yang memilukan pascaletusan 26 Oktober.

"Juru kunci adalah sosok yang harus nurut dengan orang yang mengangkatnya," katanya.

Juru kunci Gunung Merapi adalah abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sehingga diangkat secara langsung oleh raja.

Pada letusan Selasa (26/10), tragedi memilukan terjadi karena salah satu korbannya adalah juru kunci Mbah Maridjan yang telah mengabdikan sebagian umurnya untuk menjaga gunung tersebut.

Sosok yang telah cukup lekat sebagai orang yang mendapatkan tugas untuk menunggu Gunung Merapi tersebut ditemukan meninggal dunia dalam posisi sujud di rumahnya, satu hari pasca letusan.

Dusun tempat tinggalnya, yaitu Kinahrejo juga hancur diterpa awan panas yang berdurasi cukup lama, bahkan dua luncuran awan panas tersebut masing-masing berdurasi sekitar 30 menit.

Sri Sultan Hamengku Buwono X belum berpikir untuk menentukan pengganti Mbah Maridjan karena masih fokus menangani pengungsi Merapi.

Ia mengatakan, penggantian juru kunci Gunung Merapi tersebut adalah urusan internal keraton, apalagi upacara ritual di Gunung Merapi masih akan diselenggarakan tahun depan.

PVMBG menyebut bahwa energi yang dimiliki oleh Merapi tersebut tiga kali lebih besar dibanding energi tiga erupsi sebelumnya, yaitu pada 1997, 2001 dan 2006.

Hingga Minggu (31/10), Gunung Merapi telah tiga kali meletus secara eksplosif dengan memuntahkan awan panas dan juga abu vulkanik yang mengandung silica dan sulfur..(*)
E013/Z002/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010