Boyolali (ANTARA News) - Puncak Gunung Merapi di Wilayah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, diselimuti kabut tebal dan mendung, sehingga tidak terlihat dari jelas dari wilayah Selo.

Di wilayah Kecamatan Selo, Boyolali, Selasa pagi hingga pukul 14.00 WIB, kabut tebal menyelimuti puncak Merapi dan diikuti turun hujan rintik-rintik.

Sebagian warga di Selo melakukan aktivitas seperti biasa, tetapi mereka tetap waspada. Letusan susulan Merapi dapat terjadi secara tiba-tiba seperti peristiwi sebelumnya, karena statusnya masih Awas Merapi.

Ribuan warga lainnya, seperti kalangan lanjut usia (lansia), ibu-ibu, dan anak-anak tetap bertahan di tempat pengungsian akhir di lapangan Samiran, Selo, karena mereka menganggap Merapi masih berbahaya buat keselamatan jiwa.

Petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi Jrakah, Boyolali, Tri Mujianto, mengatakan bahwa mendung dan kabut tebal menyulitkan pengamatan puncak gunung berapi tersebut dari Pos Jrakah.

"Kami tidak dapat melihat secara visual puncak merapi karena ditutupi kabut tebal hingga pukul 14.00 WIB," kata Tri Mujianto.

Oleh kerena itu, kata dia, pihaknya mengadalkan alat seismograf yang berfungsi menghitung terjadinya gempa vulkanik di puncak Merapi.

Menurut dia aktivitas gunung yang berada di perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta ini, mengalami penurunan pascaletusan yang terjadi pada Senin (1/11), sekitar 10.10 WIB dan 10.25 WIB.

Ia menjelaskan, berdasarkan pantauan terdata melalui seismograf di Pos Jrakah, Selasa ini, terjadi guguran material dari puncak sebanyak 24 kali, multiphase 18 kali, dan awan panas tiga kali.

"Guguran material mengarah ke Kali Gendol, Sleman," katanya.

Sementara terjadinya bencana alam akibat letusan Gunung Merapi tersebut, warga terlihat sudah terbiasa, karena seringnya menghadapi semburan awan panas yang dikeluarkan dari puncak gunung teraktif di dunia.

Warga melakukan aktivitas seperti biasa, tetapi jika terjadi letusan mereka sudah waspada dan mengungsi di tempat yang aman.

Komandan Distrik Militer 0724 Boyolali yang juga koordinator lapangan, Letkol Arh Soekoso Wahyudi, mengatakan, warga melakukan aktivitas seperti biasa yang laki-laki usia produktif, jika merapi meletus mereka dengan cepat dapat menyelamatkan diri.

Namun, warga lansia, ibu-ibu dan anak-anak tetap bertahan di tempat pengungsian karena kondisi merapi masih berbahaya.
(ANT/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010