Makkah (ANTARA News) - Bukittinggi di Sumatra Barat memiliki jam besar yang oleh warga kota di sana disebut "Jam Gadang", sedangkan warga London mempunyai jam yang disebut `Big Ben` sebagai salah satu ciri khas ibukota Kerajaan Inggris itu, dan menjadi rujukan jam dunia, Greenwich Mean Time" (GMT).

Kota Makkah yang merupakan pusat dunia Islam tampaknya tidak mau kalah, terutama dari `Big Ben` London. Sebuah jam raksasa kini diletakkan di tembok sebuah gedung pencakar langit Makkah yang diharapkan akan menjadi pengganti GMT khususnya bagi satu setengah miliar umat Muslim di seluruh dunia.

Keinginan untuk menjadikan Makkah sebagai pusat rujukan jam dunia telah dibahas tahun 2008 di Doha. Saat itu para tokoh dan cendekiawan Islam berdiskusi, dan tiba pada suatu kesimpulan bahwa Makkah merupakan titik zona nol magnet bumi, sebab posisi kota itu sejajar dengan magnet bumi utara. Dengan posisi seperti itu sesungguhnya Makkah merupakan garis waktu global dunia yang sebenarnya, bukan GMT.

Dengan argumen seperti itu, para tokoh dunia Islam berharap jam raksasa di Makkah itu nantinya tidak hanya menjadi rujukan umat Muslim sedunia saja, tetapi lebih dari itu, yakni menjadi rujukan dunia secara umum, menggantikan GMT yang sudah dipergunakan selama 126 tahun. Atau setidaknya, ada acuan lain di luar GMT yang selama ini memonopoli rujukan waktu dunia, termasuk di negara-negara Islam.

Cita-cita menjadikan jam gadang Makkah sebagai rujukan dunia kini secara fisik telah terwujud dengan hampir selesainya pembangunan kompleks menara jam di Abraj Al Bait, Makkah. Sebuah menara setinggi 590 meter berdiri tegak di sana dengan jam berdiameter 45 meter, lebih besar dari `Big Ben` yang tingginya 94,8 meter dengan diameter jam 6,9 meter.

Jam raksasa berbentuk bulat dengan dasar warna hijau serta angka romawi penanda waktu itu tampak indah dari kejauhan. Hiasan kaligrafi bertuliskan `Allah` yang berada tepat di tengah-tengah diameter jam menjadi ciri khas jam tersebut sebagai jam umat Muslim.

Bagi jemaah haji yang saat ini sudah berkumpul di Makkah, jam gadang yang telah dioperasikan sejak 12 Agustus 2010, bukan hanya berfungsi sebagai penunjuk waktu, tetapi juga sebagai patokan letak Masjidil Haram, sebab menara jam tersebut berada hanya selemparan batu dari pelataran masjid.

Jemaah haji 1431 Hijriah yang saat ini sedang menjadi tamu Allah, adalah yang pertama menikmati manfaat jam yang diterangi dua juta lampu neon tersebut.

Kompleks Abraj Al Bait dengan tujuh menara saat ini hampir selesai pembangunannya. Menara jam gadang setinggi 590 meter berada di tengah, `dikawal` tiga menara di sebelah kanan dan tiga di sebelah kiri.

Sosok menara jam tampil dominan, sebab menara `pengawal` tingginya hanya setengah dari tinggi menara jam. Gedung-gedung pencakar langit lainnya yang berada di sekitar Masjidil Haram juga hanya setinggi enam menara `pengawal`, termasuk bangunan tempat tinggal raja.

Dengan posisi seperti itu, menara jam Makkah menjadi bangunan tertinggi di Arab Saudi, dan nomor dua di dunia. Ketinggiannya hanya kalah dari menara Burj Khalifa (828 meter) di Dubai.

Bila malam menjelang, jam raksasa seharga tiga juta dolar AS itu disinari 21.000 lampu bewarna putih dan hijau. Lampu akan berkedap kedip sebagai petanda waktu sholat telah datang. Istimewanya lagi, lampu dan sinarnya itu sudah dapat dilihat dari jarak 29 kilometer, merupakan titik check-point pemeriksaan kendaraan dan penumpangnya saat memasuki kota suci Makkah dari Jeddah.

Bukan itu saja. Saat hari-hari perayaan Islam, sebanyak 16 lampu sorot raksasa akan dinyalakan ke arah langit dari kompleks menara yang nantinya berfungsi sebagai hotel, mal, dan apartemen mewah.

Dari puncak menara jam pemandangan kota Makkah dapat dilihat, begitu juga dengan Masjidil Haram yang berada di serambi depan halaman menara jam raksasa tersebut. (RR/K004)

Oleh Oleh Rajab Ritonga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010