Bandung (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim bahwa data yang dirilisnya jauh lebih akurat dibanding data yang disampaikan oleh pihak lain, termasuk data kemiskinan.

"BPS sering mendapatkan berbagai komentar bahkan dianggap menyesatkan ketika data yang dikeluarkannya berbeda jauh dengan data yang dikeluarkan lembaga lain seperti Bank Dunia, tetapi percayalah BPS yang lebih akurat karena langsung mengadakan survey," kata Kepala Biro Humas dan Hukum BPS, Sairi Hasbullah dalam acara temu media di Bandung, Sabtu.

Menurut dia, data dari BPS sering diperdebatkan khususnya data jumlah kemiskinan karena berbeda jauh dengan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia.

Angka kemiskinan yang dikeluarkan BPS terakhir mencapai 35 juta orang atau 13,33 persen dari jumlah penduduk yang mencapai sekitar 237 juta jiwa, sedangkan Bank Dunia melaporkan kemiskinan di Indonesia masih berkisar sekitar 100 juta.

"Ini kan selalu muncul perdebatan, di mana publik menilai angka BPS tidak benar yang benar itu Bank Dunia," ujar Sairi seraya menambahkan, seolah data dari BPS ada komprominya.

Ia menegaskan, pada dasarnya Bank Dunia menggunakan data BPS untuk mendapatkan data kemiskinan di Indonesia, karena Bank Dunia melakukan survei sendiri.

"Tidak pernah ada Bank Dunia itu mengumpulkan data kemiskinan apapun. Bank Dunia sesungguhnya menggunakan data BPS namun angkanya dan acuannya saja dia menggunakan dolar AS," tegas Sairi.

Dalam paparannya, ia mencontohkan, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk perhitungan terakhir BPS, standar kemiskinan itu ditetapkan sekitar Rp200 ribu per bulan.

"Nah Bank Dunia itu tetap saja menggunakan data BPS, namun standar kemiskinan yang dirubah. Misalnya menggunakan dua dolar AS per hari," ungkapnya.

Oleh karena itu, Sairi mengatakan, dalam memahami data kemiskinan ada kalanya memperhatikan dan memahami varian spektrum di dalamnya yang multi dimensi dan sulit diukur.

"Data kemiskinan bisa diinterpretasikan berbeda-beda namun pada dasarnya apa yang disampaikan BPS itu apa adanya," ungkapnya.

Sebelumnya pada acara pembukaan Media Workshop, Kepala BPS Rusman Heriawan menegaskan, seluruh data yang dipaparkan ke publik itu tanpa rekayasa.

"Tidak bisa ya kalau rekayasa. Kalau kita melakukan rekayasa statistik itu artinya kita mempengaruhi 15.000 orang pengawas atas petunjuk Kepala BPS. Apa kata dunia? Itu tidak bisa saya lakukan," jelas Rusman.

Menurut Rusman, ketika BPS melakukan rekayasa data dan terbukti maka dirinya siap untuk mundur dari jabatannya. "Kalau itu terjadi, saya sudah tidak menjadi Kepala BPS lagi. Karena yang dituntut itu akuntabilitas. Urusan statistik itu urusan ibadah juga dalam konteks statistik yang benar," jelas Rusman.

(Y005/A039/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010