bantuan itu membawa ketenangan dan kenyamanan dan ini berpengaruh positif pada imunitas seseorang
Jakarta (ANTARA) - "Bantuan sembako sebanyak empat ribu dua ratus lima puluh empat paket yang nanti akan didistribusikan kepada warga yang sudah vaksin maupun yang sedang isolasi mandiri," demikian kata Bupati Kepulauan Seribu, Junaedi, pada 18 Agustus 2021.

Dengan suara agak parau, orang nomor satu di Kepulauan Seribu itu, tampil dalam sebuah tayangan berita televisi swasta nasional bertajuk Vaksinasi dan Bantuan Sosial.

Sambutan pendek itu menyambut komunitas Gerakan Berbagi Untuk Warga bersama elemen mahasiswa dan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang hadir di kawasan itu untuk menyalurkan bantuan dari para donatur kepada warga terkena dampak pandemi COVID-19.

Apa yang dilakukan komunitas itu adalah salah satu contoh kepedulian warga bangsa yang muncul selama pandemi tak kurang dari 1,5 tahun ini.

Gerakan serupa di Indonesia, khususnya di Jakarta banyak bermunculan layaknya sebuah gerakan kepedulian di tengah keprihatinan.

Pola dan cakupan kegiatannya rata-rata bersifat swadaya dan spontanitas dari perseorangan, berkelompok dari unsur pertemanan, teman dengan hobi yang sama, sesama warga di satu rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW, hingga kelompok yang lebih besar.

Baca juga: Selter isolasi mandiri milik LRT Jakarta berbasis komunitas warga

Sejak pandemi yang dipicu virus asal Wuhan China ini merebak di tanah air pada Maret 2020 ini memang tak bisa dipungkiri menyebabkan hampir semua sektor kehidupan terdampak.

Kehidupan ekonomi dan sosial kemasyarakatan adalah dua sektor yang sangat terkena dampaknya.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia agaknya patut bersyukur karena di tengah suasana pandemi, muncul ciri dasar rasa kemanusiaan itu sehingga beban yang terasa begitu berat ini dirasakan agak ringan.

Meski, harus disadari serangan pandemi COVID-19 pada gelombang kedua tahun ini dengan masa puncak akhir Juni hingga Juli 2021 ini adalah masa-masa yang sangat berat.

Bayangkan saja, per hari, angka kematian pasien COVID-19 di atas 1000 orang per hari, bahkan pada beberapa hari sempat menyentuh angka hingga 1400-an lebih, sehingga Indonesia menduduki rangking pertama dunia pada sisi ini.

Layanan kesehatan di rumah sakit rujukan di Tanah Air, khususnya kota-kota besar di Pulau Jawa dan Bali, khususnya Jakarta saat itu, sudah bisa dikatakan lumpuh.

Banyak cerita pilu pasien COVID-19 yang terlambat dan tak ditangani secara memadai di rumah sakit akhirnya menjemput nyawa di perjalanan.

Raungan sirine ambulans di seantero Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi saat itu sepertinya tak bosan meraung-raung membuat perasaan tak nyaman siapa pun yang mendengarnya.

Persoalannya sekarang adalah, adakah gerakan sosial dan spontanitas dalam wujud aneka komunitas ini bisa berlanjut ke tataran lebih tertata rapi sehingga bisa berkesinambungan, setelah pandemi selesai?
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nurcahyo (kanan) memberikan bantuan paket makanan saji kepada salah satu Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) di Jati Padang, Jakarta Selatan, Selasa (17/8/2021). ANTARA/HO-Humas Kejati DKI Jakarta

Kebutuhan makan
Jika dicermati sejak awal pandemi, maka hal mendasar menjadi pemicu dari berbagai gerakan komunitas untuk berbagi kepada sesama ini adalah kebutuhan mendasar yakni pangan.

Hal ini sangat dimaklumi karena berbagai kebijakan pemerintah membatasi kegiatan dan mobilitas  untuk mengendalikan pandemi telah berdampak kepada kelompok rentan dan kalangan bawah.

Sementara itu, bagi kalangan rentan itu, apalagi ketika sedang melaksanakan isolasi mandiri (isoman) praktis membutuhkan dukungan logistik memadai agar bisa bertahan dan mampu melawan COVID-19.

Baca juga: PMI bangun selter isolasi berbasis komunitas untuk DKI Jakarta

Bahkan, sempat beredar di grup-grup media sosial saat itu, di tengah banyaknya warga yang terpapar adalah narasi dari seorang dokter pegiat media sosial menilai, "mereka yang terpapar jangan sampai lapar. jika mereka kenyang, imun tubuh akan mampu melawan virus COVID-19".

Karena itu, wajar jika gerakan sosial dari aneka komunitas ini hampir sebagian besar menyasar pada kebutuhan dasar ini.

Gerakan aneka komunitas berbagi makan ini yang diakui atau tidak, sempat masif di masyarakat, sempat mengundang pernyataan dari pakar gizi komunitas dr Tan Shot Yen.

Dia menilai bahwa pandemi virus Corona bukanlah bencana yang sifatnya sementara seperti banjir, gempa dan lain-lain.

Karena itu, kata dia, membagi-bagikan makanan bukanlah solusi yang tepat untuk dilakukan, tetapi penanganan masalah ini perlu melibatkan semua lembaga dan instansi secara nasional.

"Protokol nasional yang mestinya terjadi adalah luruskan jalan logistik. Seperti petani, peternak, nelayan, dan perkebunan sekarang menjadi tulang punggung ketahanan nasional," kata dr Tan.

Karenanya, tegasnya, sebaiknya dibuat dapur umum dan percayakan data penduduk dari RT dan RW karena merekalah garda terdepan pemilik data siapa yang paling membutuhkan.

Menurut dr Tan, dengan adanya dapur umum, kandungan gizi pada makanan yang diperoleh masyarakat bisa lebih terjamin karena diawasi oleh dinas kesehatan.

Disarankan juga agar masyarakat ikut terlibat dalam protokol kesehatan ini, sekaligus melibatkan semua unsur masyarakat yang bisa bergerak mulai dari pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) sampai remaja masjid dan karang taruna.

Terpenting, kegiatan itu juga harus dilakukan secara terstruktur, rutin dan rapi, sehingga semua orang bisa mendapatkan manfaatnya di tengah kesulitan pandemi ini.

"Bukan sporadis (tidak menentu) hanya untuk diliput televisi dan membuat orang ikut menyumbang karena perasaan bersalah," katanya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyerahkan bantuan kepada anak-anak terdampak pandemi COVID-19 di Cakung, Jakarta, Rabu (18/8/2021). ANTARA/Yogi Rachman

Bangun ketangguhan
Nilai semangat kepedulian sosial dari gerakan komunitas ini, tentu memberikan dampak positif seperti menimbulkan kenyamanan bagi yang dibantu.

Harapannya, bantuan itu membawa ketenangan dan kenyamanan dan ini berpengaruh positif pada imunitas seseorang.

Selain itu, menurut sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Indonesia Imam Budidarmawan Prasodjo, berbagai komunitas itu perlu didorong untuk membangun ketangguhan.

Baca juga: Pemkot Jakbar data anak yatim korban COVID-19 untuk dapat bantuan

"Kalau melihat situasi yang ada di lingkungan kita, maka yang jadi pertaruhan adalah kelanjutan kehidupan bangsa. Pandemi ini tidak sekadar kecerdasan beradaptasi di kalangan pemerintah pusat dan daerah, tapi warga secara menyeluruh," kata Imam kepada ANTARA belum lama ini.

Ketangguhan menghadapi pandemi COVID-19 di tingkat komunitas seperti perkantoran, tempat ibadah, pasar dan sebagainya perlu ditingkatkan sebab kerap memicu kerumunan yang berpotensi pada penularan virus Corona.

Sedikitnya terdapat tiga pilar dalam membangun ketangguhan. Pertama, taat pada protokol kesehatan.

"Ini paling sulit, mengubah perilaku kita agar disiplin," katanya.

Kedua adalah vaksinasi. Ini paling efektif, meski sampai saat ini masih ada sejumlah masyarakat yang tidak mau divaksinasi dan ini sebenarnya berisiko mencelakai orang lain.

"Ada memang efikasi vaksin yang tidak 100 persen, namun secara ilmiah sudah terbukti bahwa vaksin melindungi kita," katanya.

Pilar ketiga, adalah meningkatkan ketahanan tubuh yang perlu ditunjang melalui pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan program kebun gizi.

Baca juga: Sandiaga Uno salurkan 20.000 paket sembako saat HUT Ke-76 RI

"Vitamin yang tidak harus beli seperti vitamin C dari buah-buahan jeruk, bahkan cabai pun bisa kita tanam melalui gerakan menanam tumbuh-tumbuhan untuk keperluan dapur kita yang mengandung vitamin," katanya.

Akhirnya, sebagaimana sering dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada beberapa kesempatan, ketangguhan masyarakat Jakarta dan bangsa Indonesia umumnya, salah satunya adalah rasa kesetiakawanan sosial untuk bersama-sama menghadapi tantangan dan bencana serta pandemi seperti saat ini.

Intinya diperlukan kolaborasi semua unsur di masyarakat, pemerintahan, aparat keamanan, tokoh masyarakat potensial, seperti aneka komunitas itu.

Kita pun berkeyakinan tak ada masalah yang besar, jika kita mampu bersama dan bersatu menghadapinya, termasuk pandemi COVID-19 ini karena bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang bukan pecundang.

Baca juga: Sistem pembagian bantuan bagi warga DKI dinilai perlu pembenahan

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021