Dhaka (ANTARA News) - Partai oposisi utama Bangladesh Senin mengatakan bahwa polisi telah menangkap lebih dari 1.000 petugas oposisi dan pendukung mereka, sebagai bagian dari tindakan keras di seluruh negeri menjelang pemogokan yang direncanakan.

"Selama empat hari polisi lalu lintas menangkap 1.100 dari pendukung kami dan menggunakan gas air mata serta peluru karet untuk membubarkan unjukrasa kami," kata juru bicara Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) Ruhul Kabir Rizvi.

Sumber-sumber kepolisian membenarkan mereka membubarkan demonstrasi BNP, namun mengatakan itu hanya setelah massa menjadi beringas.

Menteri Dalam Negeri Shamsul Haq Tuku membantah adanya penangkapan massal namun mengatakan kepada para wartawan di Dhaka pada Ahad, bahwa "polisi sedang menahan orang-orang yang dituduh dalam kasus-kasus khusus."

BNP menyerukan pemogokan Selasa - yang kedua dalam dua pekan terakhir - untuk memprotes apa yang mereka sebut "penggusuran paksa" terhadap pemimpinnya Khaleda Zia dari dari sebuah rumah eksklusif milik negara.

Pada 13 November, polisi memasuki rumah Zia di perumahan swasta Dhaka di daerah pecinan, dan memaksa janda 65 tahun mantan diktator militer Ziaur Rahman itu untuk meninggalkan rumah.

Zia tinggal di rumah tersebut selama hampir empat dekade, namun atas perintah pengadilan, yang berpuncak pada keputusan Mahkamah Agung Senin, memutuskan kepemilikannya atas properti itu ilegal.

"Mahkamah Agung telah menolak permohonan banding Zia," kata Jaksa Agung Mahbubey Alam kepada AFP Senin.

Dia menambahkan bahwa ini berarti Zia harus menyerahkan properti itu dan tidak memiliki jalan lebih lanjut untuk banding.

Semasa menjadi perdana menteri dari 2001-2006, Khaleda Zia membatalkan sewa jangka lamanya atas properti negara yang kini ditinggali oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina itu.

Para pengamat mengatakan peristiwa yang sarat-tuduhan pada beberapa pekan terakhir itu bisa menandai awal putaran baru politik konfrontatif, yang sering bermain di jalan kekerasan, yang di masa lalu memukul keras ekonomi Bangladesh yang sedang tumbuh pesat. (*)

AFP/H-AK/S004

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010