Jakarta (ANTARA News) - Pengungkapan besar-besaran pesan diplomatik yang dikirim AS melalui saluran elektronik oleh WikiLeaks telah memecah pendapat intelektual liberal pendukung transparansi total pemerintah dan mereka yang memandangnya sebagai ancaman terhadap demokrasi.

Meskipun pers dunia telah menampilkan pengungkapan tersebut di halam depan mereka, sebagian wartawan bahkan telah mulai bertanya-tanya apakah terlalu banyak pengungkapan adalah tindakan baik di era komunikasi elektronik global yang serba instan saat ini.

"Terlalu banyak, tapi tak semua informasi negara mesti disiarkan," begitu argumentasi Financial Times.

Media massa tersebut menyatakan, "Agar negara bisa melaksanakan urusan mereka secara efektif, dan menjamin keamanan warganegara mereka, sebagian rahasia harus disimpan."

Namun pendiri WikiLeaks Julian Assange tentu membela kebocoran sebelumnya dalam laporan militer AS dari Irak dan Afghanistan dengan menyatakan ia sedang "berusaha menghentikan dua perang".

Tapi sebagian orang khawatir tindakan paling akhirnya justru dapat memicu perang baru.

Berita bahwa para pemimpin Arab dan Israel mendorong serangan udara AS terhadap Iran dan bahwa China sedang mempertimbangkan kembali perlindungannya atas rezim Korea Utara telah meningkatkan ketegangan di dua tempat paling berbahaya di dunia.

Dan sebagian orang khawatir bahwa jika para diplomat tak dapat lagi merasa yakin bahwa mereka dapat bertukar pandangan yang jujur secara pribadi, maka akan lebih berat bagi semua negara untuk menyelesaikan sengketa tanpa memicu pendapat masyarakat atau membuat marah pemain lawan, demikian laporan wartawati AFP, Deborah Parmantier.

"Di dunia yang dilintasi oleh konflik, satu negara tak dapat terus-menerus beroperasi di bawah sorotan pendapat tanpa berkedip dari masyarakat," demikian peringatan Laurent Joffrin, redaktur harian sayap-kiri Prancis, Liberation, pelopor kebebasan media.

Informasi elektronik yang dicuri dan diunduh dari jaringan pemerintah AS yang mestinya aman yang dibentuk segera setelah serangan teror 11 September 2001, guna memungkinkan penganalisis untuk dengan cepat berbagai dan membandingkan keterangan.

Sebagian orang telah menyampaikan keprihatinan bahwa lembaga intelijen dan diplomatik akan mundur ke dalam ruang mereka dan gagal mencegah serangan pada masa depan jika semua kaitan tercecer di seluruh jaringan yang berbeda dan dikendalikan dengan lebih ketat.

Selama pengungkapan terdahulu oleh WikiLeaks, kelompok tersebut juga dituduh membuat nyawa informan AS dan agen yang direkrut secara lokal berada dalam bahaya.

Keprihatinan semacam itu bahkan memotivasi berbagai kelompok yang biasanya berkaitan dengan upaya bagi keterbukaan dan kebebasan pers untuk mengecam ciri operasi dapatkan-semua-atau-tidak-sama-sekali yang mengungkap puluhan ribu dokumen.

Namun sekali ini, telah muncul pujian bagi penyelidikan profesional yang dilakukan oleh lima harian yang pertama kali melihat fail itu --New York Times, The Guardian, Le Monde, El Pais dan Der Spiegel.

Bukannya menggarap seperempat juta keterangan yang disiarkan melalui media elektronik, para wartawan dari kelima harian tersebut membongkar-bongkar informasi itu selama berpekan-pekan, dan mencari cerita yang memiliki kepentingan masyarakat dan menilai risiko dari pengungkapan tersebut.

"Kami kurang-lebih puas dengan evolusi WikiLeaks," kata pemimpin pengawas pers independen, Reporters Without Borders, Jean-Francois Julliard.

"Kami suka kemitraan ini dengan berbagai surat kabar dan pekerjaan ini akan membuat semuanya secara teratur, menjelaskan keterangan dan menarik pelajaran dari itu," katanya.

Yang lain tak terlalu yakin dan khawatir kebocoran itu akan mengikis ikatan kepercayaan antara negara yang bersaing tanpa benar-benar memajukan pemerintahan yang terbuka, terutama di dunia demokrasi.

"Ada penghasutan dan kepercayaan naif dalam berfikir bahwa transparansi radikal akan membantu kita mencapai tingkat demokrasi lain," kata ilmuwan politik Prancis Philippe Braud kepada AFP.

Pada saat jejaring sosial dapat mengungkapkan kehidupan pribadi masyarakat dengan hanya menyentuh tombol, sebagian melihat di dalam pembeberan WikiLeaks tanda lain mengenai mengapa Internet sendiri dapat mengikis kebebasan.

"Tak ada alasan bahwa keseimbangan dan pemeriksaan demokratis harus mengambil bentuk seperti `Big Brother` dunia elektronik," demikian keluhan mantan menteri luar negeri Prancis Hubert Vedrine dalam komentarnya di satu surat kabar. (*)

AFP/C003/T010

Oleh
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010