Jakarta (ANTARA) - Seorang mantan insinyur dari Central Intelligence Agency (CIA) terbukti bersalah dan dihukum oleh Pengadilan New York, Amerika Serikat, karena terlibat sembilan tuntutan sebagai akibat dari kebocoran data tunggal terbesar dalam sejarah CIA.

Baca juga: WikiLeaks tawarkan tool hacking CIA kepada perusahaan IT

Insiden itu dikenal juga sebagai "Vault 7" yang pada 2017 dibagikan oleh situs web WikiLeaks yang dikenal kerap mengungkapkan dokumen- dokumen rahasia negara ataupun perusahaan global.

Disiarkan The Verge pada Rabu (13/7), mantan insinyur itu bernama Joshua Schulte dan terbukti telah mengungkapkan sejumlah taktik CIA untuk meretas ponsel, komputer, bahkan TV Pintar pribadi dari target operasinya.

"Schulte telah dihukum karena salah satu tindakan spionase paling berani dan merusak dalam sejarah Amerika," kata Jaksa AS untuk Distrik Selatan New York Damian Williams membahas kasus itu.

Baca juga: Assange tidak ingin diekstradisi ke AS

Joshua Schulte mulai menjalani masalah hukum pada 2018 atas kasus dugaan pornografi anak namun ternyata kasus hukum yang dihadapinya tak berhenti sampai di situ dan berlanjut hingga tuntutan terkait "Vault 7".

Sebelumnya di CIA, Joshua Schulte memang bertanggung jawab untuk membangun alat peretasan untuk mengambil data ataupun informasi penting dari perangkatan elektronik para target operasi.

Dalam pengembangan kasus, pihak berwajib menemukan Joshua juga menyimpan beberapa informasi rahasia untuk kepentingannya sendiri seperti kata sandi untuk mengakses penyimpanan terenkripsi milik CIA.

Tuntutan kasusnya pun bertambah setelah kecurigaan pembocoran informasi dan alat ke WikiLeaks diajukan.

Baca juga: Assange bukan pahlawan kata menlu Inggris

Adapun tuntutan yang diajukan secara garis besar terkait dengan pengumpulan, pencurian, serta pembocoran informasi rahasia milik agensi intelejen AS itu.

Motif Joshua Schulte melakukan pembocoran informasi dan juga perangkat peretas kepada WikiLeaks diungkap oleh jaksa bahwa Joshua merasa tidak dihargai di tempatnya bekerja.

Pembocoran informasi itu pun akhirnya dilakukan sebagai caranya balas dendam kepada CIA.

Ia pun melakukan pembelaan terhadap dirinya, namun nampaknya argumen bahwa ia dijadikan sebagai kambing hitam atas kegagalan menyembunyikan alat peretasan target operasi CIA ditolak mentah- mentah oleh pengadilan.

Hukuman untuknya pun belum ditetapkan karena masih menunggu hasil akhir dari kasus pornografi anak yang dialaminya.


Baca juga: Polisi Inggris tangkap Julian Assange di Kedubes Ekuador

Baca juga: Kaitan orang kepercayaan Donald Trump dengan WikiLeaks diselidiki

Baca juga: Bela lagi Trump, WikiLeaks ganggu penjualan buku heboh "Fire and Fury"

Penerjemah: Livia Kristianti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022