Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Mochamad Tjiptardjo menyatakan bahwa rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) Indonesia sebenarnya sudah mencapai 15,7 persen.

"Selama ini perhitungan tax ratio tidak memasukkan pajak daerah dan sumber daya alam, kalau dijumlah semuanya sebenarnya mencapai 15,7 persen," katanya dalam sosialisasi perpajakan di Ciawi Bogor, Sabtu malam.

Ia menyebutkan, selama ini berbagai kalangan selalu mengkritisi bahwa penerimaan pajak Indonesia banyak tertinggal dengan penerimaan pajak negara-negara tetangga.

"Kalau membandingkan harus "apple to apple", mereka (negara tetangga) sudah memasukkan pajak daerah, sementara di Indonesia hanya memasukkan pajak pusat saja," katanya.

Tjiptardjo menyebutkan, dalam beberapa tahun terakhir, tax ratio pusat menunjukkan angka yang bergerak naik dan turun. Tax ratio pada 2009 mencapai 11,9 persen, tahun 2010 sebesar 12,1 persen, dan tahun-tahun sebelumnya mencapai 13 persen.

Ia menyebutkan, tax ratio pada 2011 dan setelahnya akan dinamis apalagi dengan adanya penyerahan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan pajak bumi dan bangunan (PBB) menjadi pajak daerah.

"Jika hanya menggunakan formula pajak pusat saja maka tax ratio turun terus, tetapi kalau dijumlah dengan pajak daerah dan sumber daya alam, mencapai 15,7 persen," tegasnya.

Menurut dia, dengan angka tersebut sebenarnya perbedaan dengan negara tetangga di kawasan ASEAN, tax ratio Indonesia tidak terlalu jauh.

Sementara itu mengenai insentif perpajakan untuk mendorong dunia usaha, Tjiptardjo menyebutkan, pemerintah menyediakan sejumlah fasilitas seperti tax allowance dan penghapusan dipercepat.

"Pemerintah juga tengah mengkaji kelayakan pemberian insentif berupa tax holiday," katanya.

Sementara menanggapi penilaian bahwa investasi asing langsung di Indonesia kalah bersaing dengan negara tetangga karena masalah perpajakan, Tjiptardjo mengatakan, masalah pajak hanya berada pada urutan 11 atau 17 hambatan investasi asing langsung.

"Yang menjadi keluhan utama saat ini adalah masalah penyediaan infrastruktur, pertanahan, dan lainnya," katanya.(*)
(T.A039/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010