Bogor (ANTARA News) - Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia diingatkan agar tidak kembali memasuki ranah politik praktis atau politik kekuasaan, namun lebih menguatkan perhatiannnya pada masalah pemberdayaan umat.

Pengamat politik Yudi Latif di Bogor, Senin, mengemukakan, sejarah kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) banyak dipengaruhi faktor politik kekuasaan.

Pada awal dekade 1990-an, pemerintahan Orde Baru menggunakan strategi politik "Ijo Royo-royo" atau serba hijau untuk mengadomodasi kelompok Islam dalam tampuk kekuasaan dengan ICMI sebagai bempernya.

"Kelahiran ICMI dipengaruhi politik kekuasaan Orde Baru. Pada saat itu terdapat tarik menarik kepentingan antara rezim Orde Baru yang ingin mempertahankan dominasi kekuasannya dengan kelompok Islam yang sejak lama berupaya masuk ke lingkaran kekuasaan," ujar Yudi.

Menurut dia, baik Orde Baru maupun kelompok intelektual Muslim yang direpresentasikan ICMI sama-sama saling membutuhkan, sehingga terjadi kolabrorasi politik kekuasaan.

"ICMI lahir lekat dengan politik kekuasaan. Faktor itulah yang membuat ICMI tampak lebih bercorak sebagai organisasi politik ketimbang sebagai komunitas cendekiawan Muslim," ujar Yudi Latif.

Oleh karena itu, ia menyarankan ke depan ICMI tidak lagi terbawa arus dalam politik kekuasaan.

"ICMI harus mengambil posisi yang tepat. Jangan kembali ke politik," ujarnya mengingatkan.

Dikatakannya, porsi politik ICMI dapat dikurangi dengan cara mengembangkan program-program keumatan yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.

Selain itu, porsi politisi di tubuh kepengurusan ICMI perlu dikurangi, karena politisi berpotensi membawa kepentingan-kepentingan politik sektoral ke dalam tubuh ICMI.

(ANT-053/R014/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010