Purwokerto (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Suhardi, mengatakan, sistem Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah yang sekarang diterapkan di Indonesia perlu dievaluasi.

"Saya sendiri dalam rapat Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) kemarin mengatakan, apakah tidak perlu dievaluasi pemilu kita yang sekarang ini. Bukankah pemilu kita ini tidak berjalan sesuai dengan kehendak kita," kata dia kepada wartawan usai Temu Kader Partai Gerindra se-eks Karesidenan Banyumas dan Kedu, di Purwokerto, Senin petang.

Selain itu, kata dia, pemimpin yang "ditelurkan" juga belum tentu yang terbaik seperti yang banyak dialami. Bahkan, pelaksanaannya juga menghabiskan dana yang tidak sedikit.

Dia mencontohkan, seorang calon baik bupati maupun gubernur harus menghabiskan dana sedikitnya Rp20 miliar dalam pencalonannya.

"Padahal gaji mereka cuma setengah miliar (Rp500 juta, red.). Makanya Gerindra ingin kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945," katanya.

Menurut dia, sistem pemilihan kepala daerah semasa kepemimpinan Presiden Soeharto sudah berjalan cukup bagus karena para calon yang diajukan merupakan tokoh terbaik dan teruji di masyarakat yang kemudian diajukan kepada DPR.

Dia mengatakan, para calon tersebut juga melalui seleksi yang berlapis termasuk melalui Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas).

"Jika dari tentara, dia merupakan yang terbaik di angkatannya sedangkan kalau dari sipil, sudah teruji berlapis-lapis sehingga layak jadi pemimpin. Tetapi saat ini antah-berantah, hanya karena dia mau membiayai Rp20 miliar, dialah yang layak," katanya.

Selain itu, kata dia, masyarakat juga menjadi pragmatis karena sekali mendapat misalnya Rp50 ribu, tetapi dalam lima tahun tidak lagi.

"Sementara yang kalah lebih banyak dari yang menang meskipun modalnya sama. Apa yang terjadi? Masak warga negara harus selalu menderita, nanti penuh rumah sakit jiwa," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, Partai Gerindra ingin kembali kepada UUD 1945 dan mengevaluasi perubahan-perubahan (amendemen) yang telah terjadi sebanyak empat kali.

(KR-SMT/M029/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010