Jayapura (ANTARA News) - Infrastruktur berupa jalan darat dan jalur aksesibilitas lainnya menuju kawasan perbatasan wilayah Republik Indonesia (RI) dengan negara tetangga Papua Nugini masih sangat minim.

Pengamat Politik dan Hubungan Internasional, Aria Aditya Setiawan di Jayapura, Selasa, mengatakan, saat ini jalan yang sudah ada dan dapat ditempuh melalui darat dari kabupaten/kota ke perbatasan adalah melalui Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Merauke.

"Sedangkan di wilayah perbatasan lainnya hanya dapat dicapai dengan pesawat terbang atau helikopter," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, keterbatasan infrastruktur tersebut menyebabkan masyarakat sulit mendatangi daerah-daerah di sekitar perbatasan dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Selain itu, minimnya aksesibilitas ini berakibat pada lambatnya informasi dan komunikasi yang masuk ke masyarakat yang menempati kawasan perbatasan.

"Pada akhirnya, pembangunan di perbatasan dan masyarakat berjalan lambat dan tertinggal dibandingkan kawasan lainnya," jelas Aria.

Menurut Aria yang juga Ketua Jurusan Hubungan Internasional Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) itu, adapun sarana dan prasarana lainnya yang menunjang kebutuhan hidup masyarakat sekitar kawasan perbatasan dinilai juga masih kurang layak dan tidak memadai seperti sarana kesehatan, pendidikan dan pengembangan ekonomi rakyat.

Garis perbatasan di darat antara Indonesia dan Papua Nugini memanjang sejauh 760 kilometer dari Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura di sebelah utara hingga muara Sungai Bensbach, Kabupaten Merauke di bagian selatan. Garis batas ini ditetapkan melalui perjanjian antara pemerintah Belanda dan Ingggris pada 16 Mei 1895.

Pemerintah RI dan dan Papua Nugini telah menetapkan lokasi pilar batas antara kedua negara. Masing-masing negara berkewajiban memelihara pilar-pilar tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama.

Pilar perbatasan RI-Papua Nugini berjumlah 52 buah. Sesuai kesepakatan, pemerintah Indonesia memelihara 24 pilar sedangkan sisanya dipelihara pemerintah Papua Nugini.(MBK/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010