Pekanbaru (ANTARA News) - Seorang korban Pengadilan Negeri Pekanbaru atas perkara tanah minta pemerintah membenahi aturan transaksi lahan agar tidak menjadi preseden buruk yang merugikan pembeli.

"Pengalaman dari kasus tanah yang saya alami, sebaiknya pemerintah perlu memperbaiki prosedur mengenai jual-beli lahan khususnya di Riau," kata Handy Englo (47), dalam diskusi "Bedah Kasus Ancaman Bagi Pemilik Tanah" di Pekanbaru, Rabu.

Handy mengaku korban karena tanah yang sudah dibelinya sejak lama, tiba-tiba dikejutkan putusan PN Pekanbaru yang meminta untuk mengalihkan kepemilikan dan menyatakan sertifikat atas nama dirinya tidak sah.

Menurut dia, dirinya hanya merupakan seorang dari sekian banyak korban kasus serupa yang terungkap ke publik akibat kerancuan dari aturan kepemilikan lahan dalam jual-beli tanah di Indonesia khususnya di Riau.

Kendati demikian, pihaknya mengaku masih terus mencari keadilan terhadap haknya terhadap putusan majelis hakim PN Pekanbaru tertanggal 6 Januari 2010 Nomor: 87/PDT/G/2008/PN.PBR karena putusan itu dinilai tidak adil.

Putusan itu menghukum dan meminta Handy mengosongkan tanah serta memerintah untuk menyerahkan sertifikat tanah miliknya kepada kepentingan tergugat untuk dibaliknamakan, dengan menetapkan batal akta jual beli tahun 2004 bahkan menuduh dirinya selaku pelawan yang tidak benar.

Sebidang tanah miliknya seluas 6.980 m2 dengan status hak milik Nomor: 6197 sesuai Akta Pengikat Jual Beli No. 13/2004 tanggal 4 Mei 2004 dan Akta Jual Beli No.706/2004 tgl 26 Agustus 2004.706/2004 di Notaris Fransisku Djoenardi, SH tiba-tiba dinyatakan tidak sah, meskipun sampai hingga kini tanah tersebut masih di bawah penguasaannya.

"Saya berharap, tidak ada lagi korban yang lain dari kasus yang menimpa seperti yang kami alami," jelasnya.

Kuasa hukum Handy Anglo, Hari Prakosa SH, menyatakan, pihaknya telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau terhadap putusan Majelis Hakim PN Pekanbaru yakni Pandu Budiono, Miani Silitonga dan Lilin Herlina.

"Gugatan banding telah kita ajukan ke pengadilan tinggi beberapa bulan lalu sebagai bentuk gugatan perlawanan terhadap putusan PN Pekanbaru, dan masih dalam proses," katanya. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010