Jakarta (ANTARA News) - Tokoh senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) AP Batubara menilai maraknya polemik Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DI Yogyakarta (RUUK DIY) saat ini hanya salah satu upaya pemerintah untuk mengalihkan isu persoalan yang belum bisa diselesaikan seperti kasus Bank Century dan kasus mafia pajak.

"Seharusnya, pemerintah menyelesaikan isu-isu yang harus segera diselesaikan seperti penyelesaikan kasus Bank century dan kasus mafia pajak yang melibatkan tersangka mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan," katanya kepada pers di Jakarta, Rabu Sore.

Menurut anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP itu, pemerintah seharusnya menarik kembali RUUK DIY yang diajukan ke DPR, karena sudah ada UU yang telah mengatur DIY, dan sebaiknya pemerintah dan DPR membahas RUU yang lebih mendesak, seperti bidang keuangan dan lainnya.

"Sebagian besar rakyat DIY telah setuju dengan penetapakan Sultan Hamengku Buwono (HB) X dan Sri Paku Alam IX sebagai gubernur/wagub melalui Sidang Paripurna DPRD DIY (13/12), sehingga pemerintah tinggal mengikutinya," katanya.

AP Batubara yang akrab dipanggil "AP" itu menegaskan, pemerintahan SBY-Boediono yang dipilih oleh 60 persen lebih penduduk Indonesia melalui Pemilu pada 2009, seharusnya bersikap demokratis dengan mendukung aspirasi rakyat DIY tentang penetapan gubernur, bukan malah meminta pilkada langsung.

Oleh karena itu, AP mengharapkan, pemerintah pusat segera menarik usulan RUUK DIY dari DPR, sebagai wujud sekap demokratis yang memperhatikan suara sebagian besar penduduk DIY yang mengingingkan penetapan gubernur/wagub kepada Sultan HB dan Sri Paku Alam sesuai sejarah bahwa Keraton Yogyakarta merupakan kerajaan yang pertama kali masuk ke NKRI.

Selain itu, jasa besar Sultan HB IX dan Keraton Yogyakarta dalam mempertahankan NKRI yaitu memindahkan ibukota RI di Yogyakarta pada peristiwa Agresi Belanda tahun 1948. Berkat bantuan Sultan HB IX dan TNI pada 1949 berhasil mengusir tentara Belanda dari Yogyakarta.

AP meminta DPP PDIP agar menginstruksikan seluruh anggota FPDIP di DPR untuk menolak RUUK DIY yang akan diajukan pemerintah karena RUU tersebut dinilai akan dapat membuat perpecahan di kalangan masyarakat Yogyakarta.

Pada kesempatan terpisah, pakar hukum tata negara Universitas Diponegoro, Profesor Arief Hidayat menilai pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DI Yogyakarta sebaiknya ditunda dulu.

"Momentumnya saat ini sebenarnya kurang tepat, apalagi masyarakat Yogyakarta tengah bergejolak dengan itu, karena itu baiknya ditunda dan `cooling down` dulu," katanya.

Ia mengatakan maksud pemerintah pusat yang ingin membuat regulasi tentang keistimewaan Yogyakarta sebenarnya baik agar ke depannya ada regulasi jelas yang mengaturnya.

Namun, kata dia, pemerintah harus melihat kondisi yang terjadi di bawah, tidak bisa menjalankan kemauan tanpa melihat kondisi dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, termasuk terkait Yogyakarta.

Menurut dia, saat ini masih banyak pekerjaan rumah lain yang lebih penting untuk diselesaikan, seperti penataan tanah, penataan lembaga negara, dan upaya pemberantasan korupsi.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010