Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 1.000 karyawan PT Telkom Tbk, Kamis siang, kembali mendatangi Istana Merdeka menuntut pembatalan rencana merger layanan Flexi dengan Esia milik PT Bakrie Telecom Tbk.

"Kami meminta pemerintah dan pemegang saham mendengar aspirasi karyawan dengan tidak menyetujui merger Flexi dengan Esia. Jika tetap dilaksanakan 20.000 karyawan Telkom siap mogok kerja," kata Ketua Umum DPP Serikat Karyawan (Sekar) Telkom, Wisnu Adhi Wuryanto.

Menurut Wisnu, aksi penolakan merger ini sudah beberapa kali dilakukan, namun ada oknum komisaris dan direksi yang berupaya melakukannya untuk kepentingan tertentu.

"Ada agenda tersembunyi di balik rencana merger tersebut. Ini artinya bakal terjadi lagi penjualan aset negara. Negara dirugikan," ujar Wisnu.

Selain memohon kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membatalkan rencana merger, mereka juga minta agar Presiden mengganti direksi dan komisaris Telkom yang pro-penjualan aset negara.

Menurut jadwal pada Jumat (17/12), Telkom akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dengan agenda pergantian direksi dan komisaris.

"Kami menolak direksi yang berpikiran menjual Telkom. Sudah cukup kasus penjualan aset yang terjadi di Indosat dan Krakatau merugikan negara. Kali ini, kami meminta aset Telkom tidak dijual," tegasnya.

Sebelum melakukan unjuk rasa ke Istana Merdeka, para pendemo yang datang dari perwakilan wilayah Telkom seluruh Indonesia, sempat melakukan orasi di depan Kantor Kementerian BUMN.

Ratusan spanduk dan poster diusung yang bertuliskan antara lain, "Selamatkan Flexi, Flexi Aset Negara Jangan Berpindah ke Tangan Swasta". "Kami Siap Mandi Darah Kalau Merger Tetap Dilaksanakan".

"Tidak Ada Kamus Merger dan Berbisnis Dengan Kelompok Bakrie". "Tolak Merger Harga Mati", "Hindari Berbisnis Dengan Kelompok Bakrie".

Sambil menunggu perwakilan Sekar masuk ke Sekretariat Presiden, karyawan secara bergantian melakukan orasi yang intinya menolak merger tersebut.

Aksi berlangsung damai, namun unjuk rasa sempat membuat macet lalu lintas di sekitar kawasan Istana Merdeka.

(R017/A023/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010