Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa sebanyak 70 persen pasien miskin yang menjadi pemegang kartu Jamkesmas, Jamkesda, Gakin, dan SKTM, masih mengeluhkan pelayanan rumah sakit.

"Keluhan tersebut antara lain terkait dengan pelayanan administrasi, perawat, dokter, sarana dan prasarana, uang muka, obat, biaya dan layanan rumah sakit lainnya," kata Peneliti Senior ICW, Febri Hendri, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Berdasarkan hasil survey CRC (Citizen Report Cards) 2010 yang dilakukan ICW pada 986 pasien miskin pada 19 rumah sakit pemerintah dan swasta di Jabodetabek, masih ditemukan pasien miskin yang enggan menggunakan kartu Jamkesmas, Jamkesda dan Gakin diawal pengobatan karena khawatir ditolak berobat secara halus oleh pihak rumah sakit.

Penolakan tersebut, masih menurut survey yang dilakukan ICW disertai alasan seperti tempat tidur penuh, tidak punya peralatan kesehatan, dokter atau obat yang memadai untuk tidak menerima pengobatan pasien tersebut.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) antikorupsi itu menyatakan bahwa survey membuktikan pelayanan rumah sakit bagi pasien miskin belum kunjung membaik.

"Pasien miskin masih menganggap rumah sakit belum memprioritaskan pelayanan bagi mereka," katanya.

Ia memaparkan, pengurusan administrasi di rumah sakit merupakan pelayanan paling banyak dikeluhkan oleh pasien miskin. Dari 989 total responden, 47,3 persen masih mengeluhkan pelayanan tersebut.

Sementara keluhan terhadap pelayanan dokter, perawat, petugas rumah sakit lain, keluhan uang muka, keluhan penolakan rumah sakit dan keluhan fasilitas dan sarana rumah sakit disampaikan berturut-turut sebanyak 18,2 persen, 18,7 persen, 10,2 persen dan 13,6 persen pasien miskin.

Selain keluhan terhadap pelayanan, ICW juga menyatakan bahwa pasien miskin rawat inap masih mengeluarkan biaya awal masuk rata-rata sebesar Rp 348 ribu.

Menurut LSM tersebut, salah satu penyebab belum membaiknya pelayanan rumah sakit adalah karena pengambil kebijakan dan pengelola rumah sakit belum menjadikan suara dan keluhan pasien miskin dalam peningkatan pelayanan rumah sakit.

Sementara pemerintah pusat dan daerah tak kunjung membentuk BPRS (Badan Pengawas Rumah Sakit), yang diharapkan dapat menampung keluhan pasien miskin terkait pelayanan rumah sakit.

Hingga kini, Kementrian Kesehatan masih belum kunjung selesai dalam menyiapkan dan menyusun RPP (rancangan peraturan pemerintah) sebagaimana diamanatkan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Karenanya, ICW merekomendasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memerintahkan Menteri Kesesehatan untuk memperbaiki kebijakan terkait pelayanan rumah sakit, dan menggunakan instrumen kebijakan dalam pengawasan dan penegakan sanksi bagi rumah sakit yang terbukti melanggar peraturan perundang-undangan terutama UU 44/2009 tentang Rumah Sakit.

Selain itu, ICW juga mendesak pemerintah segera membentuk dan mengesahkan PP tentang BPRS Nasional dan Provinsi sesuai dengan Pasal 61 UU 44/2009.
(T.M040/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010