Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Mustafa Kamal, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memimpin langsung proses reformasi di bidang penegakan hukum yang sepanjang 2010 masih lemah.

"Presiden harus memimpin reformasi penegakan hukum, jangan menyerahkannya kepada Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas), karena legitimasi Satgas berdasarkan konstitusi lemah," kata Mustafa Kamal ketika menyampaikan pengantar dalam Seminar Refleksi Akhir Tahun 2010 PKS di Jakarta, Minggu.

Mustafa Kamal menilai, keberadaan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) malah terkesan mengaburkan fungsi penegakan hukum oleh pihak kepolisian dan kejaksaan.

Apalagi, katanya, ada anggota Satgas PMH yang dinilainya telah bertindak tidak proporsional.

Menurut Mustafa Kamal, yang juga salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS, secara umum PKS menilai kebijakan pemerintah dalam bidang penegakan hukum sepanjang 2010 dalam keadaan krisis.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, yang berbicara dalam sesi politik di seminar tersebut mengatakan, penegakan hukum masih terkesan tebang pilih. terutama terkait dengan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan.

"Penegakan hukum terhadap praktik korupsi bukan hal yang mudah," katanya.

Ia mencontohkan, adanya koruptor yang telah divonis pengadilan, namun dengan mudahnya mendapat remisi atau pengurangan masa tahanan.

Indria mengemukakan bahwa masalah korupsi di Tanah Air tidak bisa dilepaskan dari politik karena korupsi erat kaitannya dengan persoalan kekuasaan. Contohnya, banyak politikus yang dalam kampanye pemilu menegaskan bahwa korupsi adalah musuh bersama, namun kenyataannya ketika sudah menjabat dan mendapat kekuasaan, malah terjerat kasus korupsi dan ditahan.

Selain Indria Samego, pembicara lain dalam sesi politik seminar bertema "Perkembangan Politik, Ekonomi dan Sosial Bangsa dalam Perspektif Platform PKS" tersebut adalah pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, Indonesianis dari National University of Singapore Suzaina Kadir, dan mantan Presiden PKS Hidayat Nurwahid.
(T.A041/A011/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010