Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso memperkirakan perdebatan soal persyaratan "parliamentery threshold" akan banyak menguras energi pada pembahasan rancangan undang-undang tentang Pemilu di DPR RI.

"Perdebatan soal `parliamentary threshold` akan berjalan alot karena partai-partai politik mengusulkan persyaratan batas ambang keberadaan parpol di parlemen berbeda-beda dan didasarkan atas argumentasi yang berbeda-beda," kata Priyo Budi Santoso, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, Partai Golkar akan mengusulkan persyaratan "parliamentary threshold" pada kisaran lima hingga tujuh persen pada pembahasan rancangan undang-undang tentang Pemilu di DPR RI.

Usulan tersebut, menurut Priyo, didasarkan atas keputusan rapat kerja nasional Partai Golkar dan berdasarkan masukan dari pengurus daerah di sebagian besar daerah di Indonesia.

Jika DPR RI memutuskan menerapkan persyaratan "parlimentary threshold" pada `kisaran angka lima hingga tujuh persen, menurut dia, maka partai politik yang berada di parlemen sekitar empat hingga tujuh partai.

"Hal ini bisa lebih mematangkan demokrasi, memperkuat sistem presidensial, dan memperkuat lembaga-lembaga politik di Indonesia," katanya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar ini melihat, adanya perbedaan pandangan terhadap persyaratan "parliamentary threshold" dari partai-partai politik yang akan menjadi perdebatan alot pada pembahasan RUU Pemilu di DPR RI.

Di satu sisi, kata dia, ada sejumlah parpol yang mengusulkan persyaratan "parliamentary threshold" naik menjadi sekitar lima persen tapi ada juga sejumlah parpol yang ingin tetap bertahan pada angka 2,5 persen.

"Saya melihat gagasan konfederasi yang dilontarkan PAN (Partai Amanat Nasional) cukup baik dan solusi alternatif dari perdebatan dari perbedaan pandangan soal `parliamentary threshold`," katanya.

Partai politik yang mengusulkan persyaratan "parliamentary threshold" pada kisaran lima persen adalah Partai Dolkar, PDI Perjuangan, dan Partai Demokrat, sedangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hanura, dan Partai Gerindra, mengusulkan persyaratan "parliamentary threshold" tetap pada angka 2,5 persen.

Sementara itu, PPP mengusulkan agar persyaratan "parliamentary threshold" tetap pada angka 2,5 persen pada pemilu 2014, tapi diberlakukan secara nasional.

Ketua Umum DPP PPP, Suryadhamra Ali mengatakan, jika pada pemilu 2009 persyaratan "parliamentary threshold" hanya berlaku untuk DPR RI, maka pada Pemilu 2014 PPP mengusulkan diberlakukan secara nasional, tapi tetap 2,5 persen.

"Pada pemilu 2009 yang memberlakukan persyaratan `parliamentary threshold` 2,5 persen sasaran demokrasi belum tercapai secara utuh, yakni banyak suara yang tidak terakomodasi karena hangus yang jumlahnya mencapai 19 juta suara," kata Suryadharma Ali pada peringatan harlah ke-38 PPP di Jakarta, Kamis (6/1).

Jika persyaratan "parliamentary theshold" dinaikkan menjadi empat persen atau lima persen, menurut dia, maka suara hangus akan semakin banyak.

Banyaknya suara hangus, kata dia, menunjukkan sasaran demokrasi yang akan dibangun tidak tercapai secara utuh.

Menurut dia, PPP mengusulkan agar persyaratan "parliamentary threshold" tetap 2,5 persen dan diberlakukan secara nasional, tapi yang diperbaiki adalah mencari formulasi agar suara hangus bisa diturunkan hingga se minimal mungkin.

Untuk mencari titik temu, menurut Suryadharma, PPP akan mengusulkan forum lobi dengan pendekatan aliansi kepentingan terhadap partai-partai politik yang mengusulkan persyaratan "parliamentary threshold" dengan nilai yang relatif sama, yakni 2,5 persen dan tiga persen.(*)

(T.R024/a014/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011