Beijing (ANTARA News/Reuters) - China diliputi rasa kecewa dan sedih menyusul kegagalan Li Na menjuarai partai tunggal putri Australia Terbuka d Melbourne, Sabtu.

Meskipun demikian, mereka tetap merasa bangga dan puas atas berhasilnya Li Na mencapai babak final Grand Slam ini, suatu prestasi yang belum pernah diraih petenis China maupun petenis Asia manapun sebelumnya.

"Li Na bermain dengan hebat, ia cuma kalah kelas, pengalamannya belum sebanyak apa yang dimiliki Clijsters," kata Pheobe Pei (29) yang ikut nonton bersama teman-temannya di sebuah kafe penuh asap rokok di kota Beijing.

"Apapun hasilnya kami tetap mendukungnya dan merasa sangat bangga atas apa yang telah berhasil diraihnya. Saya yakin ia masih punya banyak kesempatan untuk menang lain kali dan membalas kekalahan itu," kata seorang penonton.

Li Na, yang di China dipanggil dengan nama kesayangan "Kakak Na" atau si "Bunga Emas", memperoleh kesempatan untuk menjadi juara Grand Slam tunggal putri pertama Asia setelah kemenangan mengejutkan atas petenis peringkat satu dunia Caroline Wozniacki di semifinal, Kamis (27/1).

Namun ambisi itu pupus sudah menyusul kekalahannya dari Kim Clijsters di babak final dengan skor 6-3, 3-6, 3-6.

Namun bagi kalangan muda China di Beijing, Li Na (28) adalah seorang teladan keberhasilan, dengan tekad baja, senyum lepas dan bahasa Inggris yang bagus ia melambangkan sebuah China yang percaya diri dan sedang bangkit.

"Pada babak pertama Li bermain sangat bagus, sayang ia kemudian tidak dapat mempertahankan konsistensi permainannya sehingga kalah," kata Su Youbing (32).

Tetapi sebagai seorang Asia pertama yang dapat meraih prestasi sejauh itu, apapun hasilnya Lina tetap sangat mengagumkan," katanya menambahkan

Kantor berita resmi China, Xinhua, memuji kebesaran hati Li Na dalam menerima kekalahannya.

"Meski kalah di babak final, Li menunjukkan kelasnya dengan mengucapkan selamat kepada Clijsters, sembari memperlihatkan rasa optimisme dan humornya di depan penonton," tulis Xinhua.


Era Baru

Media-media China menyebut keberhasilan Li Na menuju ke final merupakan penanda dimulainya era baru dalam olahraga profesional di negara yang sedang berkembang dengan pesat itu.

"Dalam beberapa hal, perkembangan ekonomi China juga berperan besar dalam memberi keleluasaan bagi masyarakat untuk memilih karir yang mereka suka," kata Chi Peng, seorang eksekutif dari perusahaan yang mengelola turnamen tenis China Terbuka kepada surat kabar People`s Daily.

"Dalam tahun-tahun belakangan ini tercatat nama-nama tenar seperti Yao Ming, Din Junhui, Li Na dan beberapa atlet lainnya yang telah menjelma menjadi wakil olahraga China di dunia internasional.

Kekuatan para idola olahraga ini tidak bisa dianggap remeh dalam membentuk opini di negara besar itu.

Yao Ming bermain di NBA dan Ding Junhui adalah pemain biliar profesional terkenal.

"Dalam waktu singkat, Li Na telah menjadi idola nasional yang baru," kata seorang komentator dalam situs olahraga populer Sina.com.

"Ia telah membuat sejarah bagi dunia tenis China, menorehkan tinta emas dalam buku rekor tenis Asia, dan bahkan bisa menjadi ratu tenis di kemudian hari," katanya menambahkan.

Li Na yang lahir di Wuhan adalah satu dari beberapa pemain tenis top dunia yang kesuksesannya dalam sebuah olahraga perorangan sebenarnya bertentangan dengan sistem pembinaan olahraga di negara mereka yang cenderung bergaya sosialis.

Segera setelah kembali berlatih setelah selama dua tahun sempat tidak ikut pertandingan, Li Na menjuarai turnamen tenis WTA pertamanya di Guangzhou, China, dan dua tahun kemudian ia berhasil masuk babak perempat-final Wimbledon.

Atas pencapaiannya di Australia Terbuka tahun ini diperkirakan peringkat Li Na akan melesat ke posisi tujuh, setelah sebelumnya ia ia berada di peringkat 11. (OKS/A032/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011