Jakarta (ANTARA News) - Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bambang Widiyanto menyayangkan adanya kritik yang menyebut bahwa program Bantuan Langsung Tunai (BLT) hanya membodohi rakyat.

"Sangat disayangkan memberi Rp100 ribu per bulan kepada orang miskin saja dipersoalkan padahal memang masih banyak rakyat kita yang benar-benar rentan," kata Deputi Seswapres Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan pada diskusi tentang Kemiskinan di Jakarta akhir pekan lalu.

Pada 2005 ketika program BLT akan diluncurkan, sebesar 40 persen dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) hanya dinikmati oleh 20 persen orang terkaya, sementara orang miskin hanya menikmati lima persen saja dari subsidi BBM tersebut, ujarnya.

"Orang kaya mungkin menggunakan BBM sampai 200 liter sebulan dan itu berarti menghabiskan sampai Rp700 ribu per bulan. Sayangnya ketika BLT diberikan kepada orang miskin, pemerintah malah dikatakan membodohi rakyat," katanya.

Program BLT yang sudah dihentikan pada awal 2010 tersebut, menurut dia, seharusnya terus dilanjutkan, bukannya dihapus.

Menurut Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Dr Sujana Ruchiyat, pada 2010 BLT telah diganti dengan program lain yang mirip, yakni dana bantuan sosial khusus, misalnya bagi orang cacat dan jompo.

Dalam kesempatan itu Bambang juga mengungkapkan bahwa pemerintah berada dalam dilema ketika menghadapi persoalan naiknya harga beras, di satu sisi berarti petani semakin makmur, di sisi lain juga berarti naiknya jumlah rakyat miskin.

"Kalau harga beras bagus, petani untung, seharusnya pemerintah senang dengan ini," katanya.

Namun kenyataannya, beras menjadi indikator utama dari statistik garis kemiskinan yang jika harganya naik sedikit saja maka akan berarti bahwa jumlah orang miskin meningkat pesat, ujarnya.

"Jika kita impor beras, secara statistik orang yang berada di bawah garis kemiskinan berkurang. Tapi bagaimanapun pemerintah tidak boleh main impor saja meskipun kebutuhan beras setiap tahun terus melonjak, seiring pertumbuhan penduduk," katanya.

Saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan standar berupa nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari untuk menentukan garis kemiskinan.
(D009/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011