Jakarta (ANTARA News) - Komik asal Indonesia selama ini masih belum mendapat tempat di kalangan pembaca di tanah air, dan keberadaannya masih kalah oleh komik produk asing.

"Anda bisa lihat di toko-toko buku mereka lebih banyak membaca komik terjemahan Jepang yang serinya sudah diterbitkan mencapai puluhan," kata Ketua Masyarakat Komik Indonesia (MKI), Rizqi R Mosmarth di Jakarta, kemarin.

Melihat kondisi komik yang memprihatinkan tersebut, MKI dalam rangka hari Komik dan Animasi Indonesia akan menyelenggarakan diskusi bertempat di Komik Cafe Epicentrum Walk Kuningan pada hari Sabtu mendatang (12/2).

Rizki mengatakan, bersama-sama dengan komunitas komik lainnya, MKI akan mempertemukan antara komikus generasi lama dengan generasi baru untuk mencarikan solusi agar komik Indonesia kembali kepada masa kejayaannya pada era 80-an.

Rizki mengatakan, sepanjang pencipta komik Indonesia belum menjadikan sebagai pekerjaan utama hanya sebagai sambilan saja maka sulit bagi komik Indonesia mengalahkan serbuan komik-komik asal Jepang.

Direktur Paragraph Studio Wahyu Sugianto mengatakan, iklim di Indonesia belum mendukung seorang pembuat komik mengandalkan hidupnya dari komik, tidak seperti di luar negeri.

"Apalagi kalau mereka yang memiliki keahlian tersebut kemudian terjun ke perusahaan iklan, sudah dipastikan tidak akan ada waktu lagi untuk membuat komik," ujar dia.

Wahyu mengatakan, kalau menengok era 80-an ketika itu komik banyak didominasi tokoh-tokoh persilatan seperti yang terkenal "Si Buta dari Gua Hantu" dibuat komikus terkenal Ganes TH, "Panji Tengkorak" oleh Hans Jaladara, dan sejumlah judul Indra Bayu, Runtuhnya Pualam Putih, Kelelawar, Puri Iblis, Runtuhnya Puri Iblis, Misteri Tertangkap Jin, Macan Putih, dan Sepasang Gelang Mustika oleh Jan Mintaraga.

Namun seiring dengan berkembangnya media elektronik di Indonesia, saat televisi swasta menayangkan tokoh-tokoh dalam film Jepang, maka komik Indonesia mulai mengalami masa-masa surut sampai saat ini, katanya.

"Salah satu keberhasilan dari komik Jepang itu didukung oleh film dan barang dagangan (merchandise). Anda bisa lihat "Doraemon", "Naruto", dan "Inuyasa" yang sudah mendapat hati di kalangan generasi muda di tanah air," ujar Wahyu.

Wahyu mengatakan, peran pemerintah seperti di Malaysia sangat diharapkan kalangan komikus Indonesia, apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat mendorong berkembangnya industri kreatif.

Dia menunjuk komik Ipin dan Upin yang sebenarnya diciptakan orang Indonesia akan tetapi karyanya dibeli pemerintah Malaysia dan saat ini sangat terkenal di luar negeri.

Selama ini kalangan komikus Indonesia masih bingung mereka harus menginduk kepada Kementerian Pariwisata, Kementeri Pendidikan dan Kebudayaan, atau Kementerian Perindustrian, katanya.

Sementara Direktur Caravan Chris Lie salah satu pencipta komik di Amerika Serikat dengan judul "Return to Labyrin" mengatakan, sebenarnya berkembangnya komik di Indonesia sangat tergantung kepada penghargaan terhadap karya-karya yang sudah diterbitkan.

Dia mengatakan, perkembangan komik di luar negeri seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara lain sangat tergantung kepada perlindungan, pembinaan, serta distribusi, yang selama ini belum pernah didapat di Indonesia.

Chris mengatakan, sepanjang penghargaan atas karya komik di Indonesia belum setara dengan luar negeri maka yang terjadi produksi di Indonesa masih rendah seperti saat ini.

Chris menunjuk Malaysia yang kini mampu memproduksi 100.000 sampai 200.000 judul komik, sedangkan di Indonesia baru mencapai 3.000 sampai 6.000 saja.

Hal ini terjadi karena kapasitas produksi Indonesia hanya 50 judul per tahun, sedangkan di negara-negara lain termasuk negara tetangga sudah mencapai 140 judul per bulan atau 1680 judul per tahun, jelas Chris.

"Kalau dari segi kreativitas dan kemampuan komikus asal Indonesia tidak kalah disandingkan dengan luar negeri, hanya saja mereka selama ini tidak konsisten karena sibuk untuk bertahan hidup," ujarnya.(*)

(T.G001/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011