Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia sama-sama mengingatkan para elite agar jangan terkesan bersikap atau bersuara seperti `provokator`.

"Rakyat sekarang butuh suasana yang menyejukkan dan memberi rasa tenteram, bukan melahirkan pernyataan-pernyataan yang membakar antipati sesama saudara sebangsa yang kulturnya beragam," tandas Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), M Rodli Khaelani kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) BR Tri Adi Sumbogo didampingi Sekjen-nya, Vincentius Lokobal mengharapkan para elite politik, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga suasana kondusif yang mulai terbangun.

Mereka mengungkapkan itu sehubungan dengan dua aksi kekerasan berbuntut pembunuhan manusia dan pembakaran tempat ibadah di Provinsi Banten serta Provinsi Jawa Tengah.

"Belum selesai kita berduka atas jatuhnya tiga korban jiwa dalam penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten pada 6 Februari 2011 yang lalu, terjadi lagi pengrusakan terhadap sarana keagamaan," kata Tri Adi Sumbogo.

Peristiwa pengrusakan dan pembakaran itu, menurutnya, berlangsung sporadis pada hari Selasa, 8 Februari 2011, dengan sasaran tiga buah gereja, yaitu Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) dan Gereja Katolik `Santo Petrus` Paulus Temanggung.

"Selain pengrusakan gedung tempat beribadah oleh massa yang sebagian besar dari luar Temanggung, sedikitnya sembilan orang dirawat di Rumah Sakit," ungkapnya.


Mengusik Toleransi

Bagi dua pimpinan organisasi mahasiswa berskala nasional ini, peristiwa-peristiwa tersebut kembali mengusik rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia yang sudah sejak lama terjalin.

"Sangat disayangkan, dua peristiwa memilukan tersebut terjadi tidak lama setelah Indonesa menjadi tuan rumah `The World Interfaith Harmony Week` yang berlangsung di Istora Senayan, Jakarta pada 6 Februari 2011," kata Vincentius Lokobal.

Peristiwa yang berawal dari ketidakpuasaan massa akibat vonis ringan terhadap terdakwa kasus penistaan agama lalu berlanjut kepada terjadinya pengrusakan sarana ibadah, menurutnya, benar-benar sangat melanggar norma etika, kultural, demokrasi serta konstitusi.

"Ini bukanlah yang pertama, karena sudah sering kali terjadi kekerasaan terhadap umat beragama, akan tetapi Pemerintah dan Kepolisian selalu terlambat untuk mengantisipasi dan terkesan seakan mendiamkan saja," katanya.

Hal ini, demikian Rodli Khaelani dan Tri Adi Sumbogo, secara terpisah, tentu saja dapat menyakiti serta menciderai perasaan beberapa elemen bangsa yang selama ini terus menjadi sasaran kekerasan atas nama agama.

"Ingat, Negara Indonesia adalah Negara yang terdiri dari berbagai kultur serta memiliki Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara," kata Tri Adi Sumbogo.

Sehingga apapun alasannya, lanjutnya, tindakan kekerasan seperti ini tidak dapat ditoleransi lagi, karena kebebasan beragama telah diatur dalam konstitusi.

"Tindakan ini sangat tidak terpuji dan amat bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Karenanya, aparat keamanan harus bertindak tegas terhadap para pelaku dan tokoh utama yang menyebabkan terjadinya kekerasan, agar di kemudian hari tidak terjadi lagi tindak kekerasan dengan mengatasnamakan agama," sambung Rodli Khaelani.


Lima Sikap

Merespons dua peristiwa kekerasan itu, PMKRI juga mengimbau kepada semua elemen bangsa agar tetap menjaga suasana kondusif yang sudah terbangun.

"Tidak usah melakukan tindakan-tindakan reaktif yang malah akan memperparah keadaan. Semangat Pluralitas dan toleransi antar umat beragama harus terus ditingkatkan demi terciptanya kesejahtaraan dan perdamaian di bumi Indonesia," kata Tri Adi Sumbogo.

Ia dan kawan-kawan pun mengeluarkan lima sikap.

"Pertama, kami mengecam segala bentuk tindakan kekerasan serta seluruh pihak yang terlibat dalam terjadinya kekerasan dengan mengatasnamakan agama," katanya.

Lalu, kedua, PMKRI mendesak kepada Pemerintah RI untuk memberikan rasa aman bagi para pemeluk agama dan kepercayaan dalam menjalankan keyakinannya masing-masing dengan mengoptimalkan fungsi aparatnya.

Kemudian, ketiga, PMKRI menuntut kepada Pemerintah dan Kepolisian agar segera menuntaskan kasus pengrusakan dan penganiayaan yang terjadi sesuai ketentuan hukum.

Keempat, lanjutnya, PMKRI menyerukan dan mengimbau kepada masyarakat agar tidak terpancing provokasi atas beberapa peristiwa yang terjadi serta memperkuat rasa saling menghormati dan menghargai antar sesama pemeluk agama serta keyakinan.

"Sedangkan yang kelima, PMKRI mengharapkan kepada seluruh elite politik, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga suasana kondusif yang mulai terbangun," kata Tri Adi Sumbogo. (M036/R010/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011