Rabat (ANTARA News) - Para pemrotes menyerang kantor polisi dan penyebabnya berkaitan dengan sejumlah perusahaan Prancis di kota Tangier, Maroko, pada Jumat malam karena persengketaan mengenai manajemen perusahaan fasilitas umum setempat, kata beberapa koordinator unjuk rasa dan warga pada Sabtu.

Kerusahaan terjadi sehari sebelum direncanakan unjuk rasa nasional untuk mendorong reformasi politik tetapi tidak ada bukti yang langsung berkaitan, demikian Reuters melaporkan.

Juru bicara kementerian komunikasi dan dalam negeri tidak menanggapi ketika diminta komentarnya.

Polisi anti huru-hara turun tangan untuk memecah unjuk rasa, yang berubah dari aksi protes duduk di depan balai kota menjadi gerakan barisan yang mengumpulkan ratusan pemrotes, kata organisasi aktivis Maroko, Attac, dalam jejaringnya.

Aksi protes duduk dikoordinir oleh Attac Maroc untuk mendorong pembatalan perjanjian fasilitas umum yang menyatakan kota itu berafiliasi dengan perusahaan Prancis, Veolia.

Banyak kota besar Maroko mengeluhkan biaya layanan fasilitas umum yang dijalankan oleh perusahaan asing.

Sejumlah warga, berbicara dengan syarat identitas dirahasiakan, mengkonfirmasi bahwa protes yang semula melawan harga fasilitas umum berubah menjadi barisan unjuk rasa, yang polisi anti huru-hara cegah hingga mencapai pusat kota.

"Tidak ada gas air mata, tidak ada yang ditembakkan. Mereka menggunakan tongkat polisi untuk membubarkan kerumunan massa," ujar satu warga.

Tanjanews.com menyiarkan beberapa gambar yang menunjukkan jendela kantor polisi pecah, juga jendela sejumlah kantor cabang yang berhubungan dengan Veolia dan bank Prancis, Societe Generale. Jejaring itu juga melaporkan bahwa satu kantor cabang bank Societe Generale telah dibakar.

Sekelompok pemuda Maroko yang menyebut dirinya "Gerakan untuk Perubahan 20 Februari" menyerukan demonstrasi nasional pada Ahad guna mendesak reformasi konstitusi yang dapat mengurangi kekuasaan Raja Mohammed VI serta mengubah sistem pengadilan yang lebih independen.

Kelompok itu juga ingin memaksa raja berusia 47 tahun itu agar membubarkan pemerintahnya dan parlemen.

Kelompok tersebut telah mengumpulkan lebih dari 17.000 penggemar Facebook, dan oposisi Islami dan milisi bersayap kiri mengumumkan mereka akan bergabung dalam demonstrasi itu.

Para milisi pro-monarki juga mengumumkan barisan balasan yang mendukung dinasti kerajaan yang telah berkuasa di Maroko selama hampir 350 tahun.

Banyak pemimpin otoritarian Arab sangat memperhatikan pertanda tersebarnya kekeruhan situasi di kawasan setelah perlawanan di Tunisia dan Mesir.

Tetapi menurut badan statistik peringkat, Standard & Poor`s and Fitch, Maroko merupakan negara yang cenderung tidak akan terkena dampak gelombang kerusuhan tersebut. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011